[caption id="attachment_215189" align="aligncenter" width="480" caption="rendezvous.blogs.nytimes.com"][/caption]
Adalah Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu pelakunya. Dibanding menyuguhkan penyampaian panjang yang terkesan normatif dan bikin kantuk seperti biasanya, PM Israel dari partai Likud itu menjelaskan level pencapaian pengayaan uranium Iran dengan sebuah gambar bom sederhana.
Saat berbicara di pertemuan umumPBB, Bibi, sebutan untuk PM Israel itu menampilkan gambar bom nuklir bergaya kartun dan kemudian menggambar garis merah di atasnya menggunakan sebuah spidol.
“Ini bom”
“Ini sumbu” ucap Netanyahu, menjelaskan gambarnya.
[caption id="attachment_215193" align="aligncenter" width="268" caption="cdnmedianational.com"]
Satu-satunya jalan damai untuk mencegah bom nuklir Iran adalah meletakkan garis merah yang jelas atas pengayaan uranium, ujar Netanyahu.
“Sebuah garis merah harus digambar di atas pengayaan uranium Iran”
“Pada dasarnya sebuah bom itu terdiri bahan peledak dan mekanisme untuk memciu ledakan. Untuk kasus Iran, bubuk mesiulnya (bahan peledak) adalah uranium yang berhasil diaya sementara sumbunya adalah pemicu ledakan nuklir(mekanisme pemicu ledakan)” terang
Musim panas nanti Iran akan sampai ke tahap akhir yaitu sumbu, pemicu ledakan nuklir, tambahnya.
“Bila ini adalah fakta, di mana garis merah harus digambar?”
Ia mengambil sebuah spidol merah.
“Gambar merah harus diletakkan di sini” Ia kemudian menggambar sebuah garis merah pada akhir ‘tahap dua’, pada bagian90 % uranium yang berhasil diolah untuk mendapatkan sebuah bom.
[caption id="attachment_215195" align="aligncenter" width="640" caption="livewire.talkingpointsmemo.com"]
Gambar itu mendapat tanggapan beragam. Iran yang dituduh, lewat duta besarnya menolak pernyataan bergambar itu dan balik mengejek Israel yang kucing-kucingan dengan I.A.I.E tentang program nuklirnya sendiri.
Di Israel sendiri terjadi perbedaan pemaknaan atas gambar Netanyahu. Ada yang berpendapat bahwa 90 % itu perkembangan program nuklir Iran. Ada yang bilang 90 % itu bukan perkembangan program nuklir iran, tapi persentase jumlah uranium yang berhasil diolah.
Yang lebih menarik adalah komentar beberapa jurnalis di akun twitter mereka atas bagan Netanyahu.
Ari Fleischer, bekas sekretaris pers WHITEHOUSEmenyatakan bahwa gambar tersebut ‘efektif’ dan ‘mencengkeram’.
Ia menulis dalam akun twiternya @Ari Fleischer
“Bibi’s use of chart was one of the most effective, gripping, uses of chart I’ve ever seen. Is the world listening??”
(Penggunaan bagan yang dilakukan oleh Bibi adalah penggunan bagan yang paling efektif dan mencengkram yang pernah aku lihat. Apakah dunia sedang mendengar?”)
Jeffrey Goldberg dari majalah The Atlantic menulis bahwa Netanyahu mengubah masalah serius ke dalam lelucon. Pada akun twiternya ; @JeffreyGoldberg ia menulis
“Okay, it’s official:#Netanyahu has no idea what he’s doing. He has just turned a erious issue into a joke”
(Okey, resmilah sudah: #Netanyahu tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Dia baru saja merubah masalah serius ke sebuah lelucon)
Redaktur politik harian The Huffington Post, Sam Stein menilai pemimpin Israel tersebut meremehkan sebuah masalah serius
“Netanyahu has reduced nuclear war diplomacy to cartoons and markers”
(Netanyahu mengurangi(memperkecil)diplomasi perang ke (ukuran)karikatur dan spidol )
Tulisnya dalam akun @samsteinhp
Josep Dana, seorang jurnalis yang berbasis di Yerusalem menyebut gambar Netanyahu itu absurd. Cemooh itu dijawab oleh akun @RepublicanRocks
“@ibnezra, clearly he was making it simple enough for the most uneducated person to understand. what exactly is wrong with that? #UNGA #GOP”
(@ibnezra, jelas dia mencoba membuatnya cukup sederhana untuk bisa dimengerti oleh orang yang tidak berpendidikan. Apa yang salah dengan hal tersebut?)
Josep Dana balik bertanya
“I want to know who in the Isreli delegation saw that bomb chart and said “Yeah, this is great.” #Netanyahu”(Saya ingin tahu siapa dalam delegasi Israel yang melihat bagan bom itu dan bilang ”Yeah, ini mantap” #Netanyahu)
Bagan bom bergaya karikatur Netanyahu di PBB kemarin memang dipertanyakan tingkat ‘perlu’ dan ’tepat’ nya. Tapi setidaknya dari sisi metode penyampaian, cara itu cukup menarik, tidak biasa dan anti kantuk. Karena itu, jawaban dari pertanyaan “Haruskah PBB membuat aturan agar pemimpin negara yang berpidato tidak menggunakan alat bantu dan tetap setia pada teks pidato “ adalah tidak perlu! Tanpa aturan itu saja, pidato SBY sudah cukup bikin mata berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H