Meratapi berubahnya simbol kotaku, hijau yang asri mengeluarkan udara yang bersih, menjauhkan helaan nafas dari polusi, kau berteduh di bawah lengan pohon-pohon yang rindang.
Kuratapi itu, kau berubah sekejap mata oleh karena kepentingan saja, kau tak lagi indah, keaslianmu berganti dengan mata lampu dan mata air buatan manusia.
Kau menjadi bahan eksperimen manusia yang durjana, aku rindu suasana sejuk yang kau salurkan ketika masih hijau. Maafkan, bukan aku tidak menyukaimu, aku hanya ingin kau yang dulu.
Kotaku kini terkata biasa, semenjak potongan baja mengganti kayu-kayu subur yang ditanam dulu kala, kau sudah panas, kau tak lagi berkasih manja.
Padahal kau adalah simbol keindahan kotaku, daya tarikmu luntur di siang hari, berganti dengan gemerlap dunia fana yang disuka sejoli tak berakhlak. Jam gadang, keaslianmu tergadai pada masa yang gila.
Sei. Likian, 7 September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H