Mohon tunggu...
Goel A Pahit
Goel A Pahit Mohon Tunggu... Freelancer - Lauik sati rantau batuah

Pembaca, suka menulis dan cinta akan dunia literasi. Saya bercita-cita mendirikan pustaka baca gratis untuk desa kelahiran saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ulah Si Kaya (Panas Kota Kita)

6 September 2020   08:00 Diperbarui: 6 September 2020   08:03 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panasnya kota kita membakar masa
Kerasnya persaingan mengubur mimpi si pandai
Terpaksa menyandang rajutan rotan dan gancu
Demi memikul hidup daripada harus lapar

Si tampan tetap tersenyum mewah
Mengait satu persatu sisa tempat makan si kaya
Bekerja susah jika tidak ada sesuatu di balik meja
Namun ia tetap sumringah di tengah kobaran sampah

Kulit yang putih kini telah kelam dan kusam
Berteduhkan sebuah topi memperebutkan sekelipak sampah
"Kasihan sekali anak bunda, yang gagah kini berbeda"
Sosok yang harusnya mengacau dunia, menjadi generasi duafa

Letupan dahaga terdengar dikerongkongannya
Tatkala mengayun gancu menjangkau sekelipak masa
Runtuh hati di dada, melihat sosok gagah akan punah
Mengucur air mata, menyaksikan si pandai kalah di depan meja

Panasnya kota kita
Sepanas larva gunung yang marah
Harus bertahan di dalam gulungan ombak sampah
Dan biarkan mereka terus bermain di balik meja

Padang, 05 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun