Mohon tunggu...
Goel A Pahit
Goel A Pahit Mohon Tunggu... Freelancer - Lauik sati rantau batuah

Pembaca, suka menulis dan cinta akan dunia literasi. Saya bercita-cita mendirikan pustaka baca gratis untuk desa kelahiran saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Langit Riuh

30 Agustus 2020   21:30 Diperbarui: 30 Agustus 2020   21:27 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kujunjung langit setiap hari, berjalan menurun dan mendaki, melewati hutan-hutan yang diterpa hujan, mencari ketetapan hidup di bawah langit yang riuh

Keringat bercucuran di antara desing suara pabrik, perjalanan masih bersama orang-orang yang tidak bekerja, akankah sempat bekerja sebelum langit meruntuh? Sedangkan rintih tak berbunyi di dalam dada

Sedih bila waktu habis untukku, sedangkan dunia masih panjang dengan tantangannya, riun rantai langit menghina diri yang termangu miris, penuh kepedihan berjalan dengan luka yang dalam

Sekian lama, harapan ditumpukkan di dada oleh orang tua, namun setiap jejak usaha hanya terhenti pada luka, gelap dan terang langit tidak bermakna di masaku

Langit riuh yang sebentar lagi runtuh, hidup terpojok pada masa yang berdosa, kadang lelah terkata pada mereka, hatiku riuh menjalani hidup dalam dekapan tak bermasa depan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun