Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa PGSD Universitas Negeri Malang yang berasal dari Kedaton, Jombang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan dalam Bingkai Kebudayaan sebagai Gerakan Semesta Utamakan Akal Budi

28 Mei 2016   18:38 Diperbarui: 29 Mei 2016   15:33 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Akal Budi dan Akal Pikir Anak (dokumen penulis)

Pemerintah mengusahakan pendidikan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kurikulum 2013 menjadi alternatif pilihan yang digunakan sebagai kendaraan mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar kendaraan tersebut mampu mengantar penumpangnya pada tujuan yang diinginkan maka diperlukan beberapa persiapan. Semua harus disiapkan matang-matang, sehingga apabila di tengah jalan ada kendala tentunya akan mudah ditangani.

Guru sebagai pengemudi, secara masif sepenuhnya diberikan kepercayaan atas keselamatan penumpangnya (dalam hal ini siswa). Meskipun sudah ada trayek yang ditempuh, tempat yang dituju penumpang berbeda-beda. Setiap siswa juga memiliki ketertarikan tersendiri terhadap suatu ilmu. Sebagai fasilitator guru patut memberikan dukungan dan arahan pada potensi anak didik.

Terutama anak Sekolah Dasar, yang menjadi pusat pengembangan diri anak yakni akal budi. “Budi” menurut Ki Hajar  Dewantara diartikan sebagai jiwa manusia yang telah masak. Dengan mendidik akal budi, anak akan tahu yang benar-salah, baik-buruk, bermanfaat-tidak, dlsb. Guru hanya menuntun siswa, biar anak mengambil kesimpulan dari tindakan yang dilakukan. Proses pendidikan ini dimaksudkan agar jiwa anak menjadi masak, tidak perlulah berlebihan menghakimi keputusan anak, seperti menyalahkan, memarahi, hingga memukul, namun bila sangat diperlukan boleh juga dilakukan sewajarnya, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat anak tidak salah bertindak.

Seringkali kita lihat banyak kasus kejahatan seperti korupsi, pencabulan, pembunuhan, penyalahgunaan narkoba, dll. Bila kita kaji, jiwa-jiwa pelaku kejahatan itu belumlah masak. Pertempuran dalam batin dikalahkan oleh hawa nafsu akibat akal budi yang tidak digunakan. Hawa nafsu ini tak lain adalah akal pikiran yang selalu menuntun kesenangan, kewenangan, dlsb dengan tidak mempertimbangkan keadaan orang lain. Oleh sebab itu, pendidikan dasar harus mengutamakan akal budi daripada akal pikir.

Pendidikan yang tidak dibingkai dengan kebudayaan hanya menghasilkan skor pada rapor. Anak akan merasa minder bila skor yang didapat rendah. Sedangkan anak yang memiliki skor tinggi akan menganggap teman yang berskor sama tingginya atau bahkan lebih tinggi sebagai musuh. Inilah awal dari ketidakjujuran, segala cara dipakai agar mendapat skor tinggi, termasuk mencontek.

Padahal sejak dulu nenek moyang kita memiliki budaya jujur dan saling menghargai satu sama lain. Budaya ini tak lain adalah buah dari akal budi yang dipelihara secara turun-temurun. Adanya asimilasi dengan budaya asing yang baik, budaya itu terus dimajukan. Dengan begitu kehidupan dalam masyarakat akan damai dan tentram.

Pendidikan dengan bingkai kebudayaan sangat diperlukan untuk menghadapi jaman yang serba global. Akal budi anak harus diutamakan karena menurut Ki Hajar Dewantara “budi” itu terdiri dari tiga kekuatan jiwa manusia, yakni: a) pikiran, b) rasa, c) dan kemauan. Yang masing-masing dari kekuatan jiwa itu memiliki buah sendiri-sendiri.

Buah “pikiran” misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kecerdasan. “Rasa” memiliki buah keluhuran sikap, batin yang sehat, jujur, kesenian yang indah, dlsb. Sedangkan “kemauan” berbuah pelbagai peralatan, teknologi, dll. Buah-buah itu tercermin dalam Pancasila yang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Pertama, Pancasila menunjukkan pada kita cara berpendirian, bersikap, dan bertindak, tidak saja sebagai warganegara yang setia, melainkan juga  sebagai manusia yang jujur.

Kebudayan tidak bersifat mutlak atau tidak dapat berubah. Banyak orang yang beranggapan bahwa adat istiadat tidak dapat diubah, harus diterapkan sesuai aslinya. Ini adalah anggapan yang tidak benar. Seiring dengan berkembangnya jaman, kebudayaan harus selalu membuka diri dengan menerima kebudayaan asing yang baik dan meninggalkan yang buruk. Proses akulturasi ini secara tidak langsung telah memajukan budaya itu sendiri. Yang lebih membanggakan yakni hal itu mensejajarkan budaya kita berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan budaya asing.

Pencak Silat sebagai Buah Akal Budi Bangsa

Buah dari akal budi yang lain dari bangsa kita yakni pencak silat. Keindahan gerak, kekuatan kuda-kuda, keteraturan langkah, dan masih banyak nilai filosofisnya. Pencak silat layak diberikan di sekolah-sekolah, terlebih Sekolah Dasar. Bisa diintegrasikan pada ekstrakurikuler wajib K13 Pramuka, bisa juga menjadi ekstrakurikuler sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun