Emosi politik yang terbelah ke dalam pertarungan antara memilih dari keputusasaan dan memilih bagi harapan. Setelah berbagai timbangan nalar dikerahkan, yang tersisa adalah tindakan memilih yang digerakkan dua daya itu.
Kita telah melalui Pemilu (Pileg dan Pilpres) ini dengan berbagai macm persoalan, teka teki politik yang sekiranya segala sesuatu terasa deg-degkan melulu, khawatir hingga memicu stres akut bila jagoan kita ternyata kalah dikompotesi ini.
Jika anda salah satunya yang mengalami stres dan depresi berat, cobalah untuk rileks dan tidak perlu malu mengakuinya. Rasa kecewa yang dirasakan ketika jagoan kita kalah adalah sesuatu yang wajar dan sangat manusiawi. Pasalnya politik menjadi bagian dari identitas diri dari setiap orang.
Kemarin lalu penulis membaca sebah artikel ilmiah, disana diterangkan sebuah hipotesa hasil penelitian yang menyatakan bahwa keyakinan politik samahalnya keyakinan agama yang menjadi bagian dari diri dan lingkungan sosial seseorang.
Jika menukik pada pemilu di Amerika Serikat 2016 lalu, dimana tak sedikit dari pendukung Hillary yang mengalami stres hingga patah hati, karena tidak bisa menerima jagoannya dikalahkan oleh Trump. Tapi memang begitulah permainan politik. Tapi disana pemilunya berjalan damai saja, tidak ada aksi pengerahan masa dijalanan ataupun memakai aksi people power seperti dinegeri kita, terlepas dari kekecewaan terhadap hasil pemilu.
Pada kesempatan kali ini izinkan penulis untuk mengajak pembaca budiman, terkhusus Kompasianer untuk memperbaiki mood selepas pemilu kemarin. Sebut saja dengan cara- cara rileksasi seperti : Istirahat secukupnya, mendengarkan musik, berolah raga ataupun mengaktualisasikan diri dengan hobi rekan-rekan.
Yang terpenting adalah kita tidak perlu mengunci diri dari pergaulan. Meskipun mengandalkan diri sendiri setelah stres kolektif melanda adalah sebuah keputusan yang keliru. Bisa-bisa dalam waktu yang akan lama kita akan menjadi pribadi yang kaku dan selalu hidup dalam kekhawatiran.
Maka untuk itu seusai pemilu ini kita diperlukan membuka diri dengan lingkungan, keluarga dan sesama. Ditambah lagi sekarang kita memasuki dan menuaikan ibadah puasa, tentunya kita semua mengharapkan situasi yang sejuk damai dalam menjalankannya.
Salamku, mohon maaf lahir dan batin