Januari. Hujan setiap hari.
Tanah basah. Durian runtuh. Petani terkekeh-kekeh.
Entah apa sebab, pada pagi2 buta, buah durian selalu banyak yang runtuh dibandingkan pada siang hingga sore hari misalnya. Mungkin itulah salah satu ciri khas pohon durian dibandingkan pohon lain yang berbuah.
Hal itu jugalah yang memacu semangat petani untuk berdarah-darah ke kebun. Ditandai dengan bangun lebih awal, sampai lupa cuci muka. Pokoknya gasss! Sebab cuan banyak menanti. Heu heu heu..
Tak lupa pula mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap. Seperti misalnya jaket tebal, helm, bengkap, dlsb.
Utamanya harus pake helm untuk menghindari durian runtuh dan kena di kepala. Sebab hari sial tak ada di kalender, bosku. Safety first. Selalu waspada!
Hal semacam itu lumrah bagi petani di Pacar saat musim durian tiba. Saya yakin petani durian di tempat lain juga melakukan hal yang sama.
Lebih lanjut, selain cerita gesitnya para petani mencari cuan dari buah durian, durian Pacar terkenal pula dengan rasanya yang enak (orang Amrik bilang "so yummy").
Memang, soal enak atau tidaknya itu perkara rasa dan/atau selera. Mirip seperti definisi cantik. Cantik itu sesuatu yang nisbi. Jadi tidak perlu diperdebatkan.
Namun, faktanya durian Pacar tak hanya enak menurut pandangan orang2 dalam (petani sendiri), melainkan orang2 luar juga. Hal itu berdasar pada tingginya permintaan dari Bima, Flores Timur, Kupang, dlsb.
Hal itu cukup sebagai penanda bahwa durian Pacar memang parlente dan layak "dipacari" (untuk mengatakan suka).