Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Soal Harga Cengkeh Anjlok, "Not Up to Us"

9 September 2024   22:14 Diperbarui: 10 September 2024   03:41 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan praktis orang pedesaan saat ini ialah memanen hasil bumi. Dan bagi petani Pacar, Manggarai Barat sekarang ini sedang dihadapkan pada panen raya bunga cengkeh.

Tentu ini sebuah berkah. Namun, di balik itu harga cengkeh sedang anjlok. Ironi! Dan karena itu yang kemudian memicu diskusi "berketiak ular" (meminjam istilah om Felix Tani) di lingkaran petani.

Di tengah situasi pelik dan/atau kegamangan hidup semacam itu, petani mulai bertanya-tanya dan tak elak menyalahkan sana-sini karena hal ini-itu.

Dan, saya rasa, reaksi petani semacam itu adalah wajar dan perlu juga menyalahkan pihak lain atas apa yang menimpa mereka saat ini. Pihak lain yang saya maksudkan di sini ialah [1] pemerintah, dan [2] kapitalis.

Lantas, kenapa menyalahkan pemerintah? 

Sebagai pembuat kebijakan, mereka tak mampu mengawasi pasar. Dalam hal ini menetapkan standarisasi harga komoditi (sebut saja cengkeh, misalnya) yang jelas. Tentu saja hal ini dilakukan agar harga cengkeh stabil dan kompetitif serta tidak mudah naik turun.

Padahal, cengkeh masuk dalam kategori barang kena pajak (PPN 10%). Yang notabene uangnya masuk ke kas negara untuk menghidupi bangsa ini.

Sialnya lagi, pemerintah seakan acuh seraya lepas tanggung jawab dengan membiarkan para kapitalis menjadi pemain tunggal di pasar.

Berikut, lintah darat kapitalis. Sebagai pemilik modal dan (seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya) menjadi penguasa atau pemain tunggal di pasar.

Saya kira kapitalis di "negara Konoha" saat ini terlalu rakus bin serakah. Anjloknya harga cengkeh saat ini merupakan dosa mereka. Harga cengkeh dikatrol seenaknya dan, karena itu, petani dibuat ringkih dan sakit hati. Ingat "Allah its watching you!".

"Not Up to Us"

Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah buku yang berjudul Filosofi Teras. Banyak hal dibahas dalam buku tersebut. Mulai dari pengalaman hidup dan refleksi nyata keseharian.

Namun, apa yang diterangkan dalam buku itu yang menarik bagi saya ialah; ada hal-hal yang ada dan/atau tidak di bawah kendali kita.

Dan setelah saya pelajari, serta saya sangkut-pautkan pada kasus sengkarut maut harga cengkeh saat ini, saya akhirnya tiba pada sebuah kesimpulan bahwa penentuan harga cengkeh memang tidak di bawah kendali saya dan petani kebanyakan.

Jadi, kapasitas kita hanya menghasilkan barang dan sampai pada memasarkan hasil. Untuk penentuan harga memang bukan bagian kita. Itu terserah mereka, pemerintah dan para kapitalis.

Dengan begitu, mau kita menuntut ini-itu atau berteriak sampai pita suara pecah jika mereka tidak mau mendegar, hasilnya nol besar!

Sementara itu, untuk menyiasati hal-hal yang ada di luar ekspektasi, kita hanya perlu mengendalikan tindakan kita sendiri. Karena cuma itu yang berada di bawah kendali kita.

Hal tersebut jugalah yang dapat membantu kita para petani agar tetap legowo serta menerima realitas kehidupan dengan lebih baik.

Oiya, hampir tengah malam. Jangan pernah takut bermimpi. Mari sebat sebatang sebelum tidur, sob!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun