Bagi petani di Manggarai, Flores, bulan Juli tak hanya dikenal sebagai bulan kering tetapi juga diatribusikan sebagai bulan ekonomi berkelanjutan.
Selama ini orang luar mungkin mengira petani Manggarai adalah petani padi karena landmark Sawah Lingko Cancar yang viral itu misalnya. Atau mungkin gegara persawahan Lembor.
Dan memang anggapan semacam itu tidak salah. Karena toh mayoritas petani Manggarai kini adalah petani sawah.
Namun, pada beberapa dekade terakhir, pengembangan dan/atau pembangunan pertanian di Manggarai memasuki masa-masa transisi dengan menerapkan pola ekonomi nafkah ganda.
Maksud saya, selain mengusahakan tanaman padi-sawah, di sisi lain petani turut mengembangkan tanaman industri-perkebunan, yakni antara lain, cengkeh, kopi, vanili, dan baru-baru ini porang.
Dan memang keempat komoditas perkebunan itu masih dibudidayakan dalam skala kecil atau sering ditanami dalam satu areal tanam [polikultur].
Faedah budidaya cengkeh
Tanaman cengkeh pada galibnya mendatangkan serumpun faedah bagi masyarakat Manggarai, utamanya manfaat ekonomi.
Karena berdasar pada hal itu, sebagian besar petani kelas kampung di Manggarai membudidayakan tanaman cengkeh di lahan kering milik mereka.
Lebih lanjut, bagi masyarakat di tiga kabupaten Manggarai Raya (Manggarai Barat, Tengah, dan Timur) bulan Juli merupakan awal dari pada musim pemetikan bunga cengkeh. Itu berarti, nadi ekonomi petani tetap berdenyut.
Sejauh ini saya punya proposisi, bahwa mayoritas petani cengkeh Manggarai saat ini hidup serba berkecukupan dari penjualan cengkeh.