Artikel picisan ini sebenarnya ditulis untuk Engkong eFTe, kompasianer sohor yang enggak mau namanya ditulis pada judul artikel.
Pernah tuh, kemarin-kemarin, gegara menulis nama beliau di judul artikel, saya hampir saja didenda 3 helai ulos Batak, 5 ekor babi jantan dan 7 jerigen tuak. Maklum, beliau anti-ngetop!
Ah, masak? Iya, benar, soalnya beliau lebih doyan menulis artikel humor dari balik kandang sapi yang sepi, dan tentu saja sambil memegang cerutu Kuba di tangan kiri: sebatz! Heu heu heu...
Engkong itu pars pro toto artikel humor di Kompasiana. Tul gak? Kalau saya sih pikirnya begitu. Tentu di sini Engkong tidak sendirian, karena masih ada Om Peb, Pater Bob, Om Jepe, dlsb yang ikut mengroyok lapak Humor Kompasiana.
Tulisan-tulisan mereka pokoknya sarat bahenol.. eh banyol--untuk mengatakan lucu dan menghibur dengan cara mereka masing-masing.
Khusus untuk Engkong eFTe misalnya, artikel-artikel humornya gokil bat. Yup! Jika artikel Engkong itu diibaratkan minuman, kurang lebih aromanya pararel dengan aroma sopi kopce yang menampar batang hidung. Heu heu heu...
Tak hanya itu, artikel-artikel humor revolusi mental nan jenaka ala Engkong--yang berhaluan anarkisme tekstualitas itu, tak pernah lepas dari 3 keutamaan manfaat: etis, estetik, dan logic.
Dalam artian, tulisan-tulisan itu tak sebatas ditulis untuk bikin pembaca nyengir doang [ dan setelah itu menguap]. Namun, lebih daripada itu, Anda dan saya dibuat mikir.
Lebih lanjut, di Kompasiana, Engkong eFTe tak hanya dikenal sebagai penulis humor yang kritis dan nyentrik. Lantaran, beliau juga sering menelurkan tulisan-tulisan bagus mengenai Batakologis, sosiologi pertanian dan baru-baru ini kuburan. Heu heu heu..
Harus diakui, Engkong eFTe adalah salah satu penulis yang benar-benar membuat saya kagum karena kecerdasannya. Selebihnya, karena beliau juga punya perhatian untuk pembangunan pertanian di daerah saya, untuk pembaruan sosial-ekonomi saudara-saudara saya di NTT.