Memasuki bulan Mei, bulan Maria, siswa siswi di sekolah Philip mengadakan doa rosario bersama. Mereka rutin mengadakan doa bersama di depan gua Maria yang letaknya di tengah perkebunan sekolah.
Doa rosario itu diadakan setiap hari pada jam 16.00 sore selama sebulan penuh. Di sana berkumpul anak-anak SMA, SMP dan juga biarawan biarawati. Di sana pula mereka menyanyikan lagu Yo Ende Maria yang ngelangut, khas Manggarai.
Kebiasaan itu sudah menjadi kultus tersendiri di sekolah Philip yang bernaung di bawah karya misionaris barat.
Memasuki hari keempat di bulan Maria itu, Philip memberanikan diri untuk menyambagi Riska di kelasnya, pada saat jam istirahat kedua KBM sekolah.
Maksud hati ingin mengajak Riska bertemu sebentar sore di kapela. Selebihnya, merasakan seperti apa sensasi ketika berada di dekat Riska, sang adiratnanya itu.
"Sesudah doa rosario nanti, kita ketemuan di kapela ya, Ris?"
Celutuk Philip yang mengalun sendu tepat di gendang telinga Riska. Mendengar ucapan itu, Riska hanya tersenyum sipu; pertanda setuju.
Suatu sisi, alasan kuat yang mendorong Riska mengiyakan ajakan itu, tersebab dimatanya, Philip digambarkan sebagai sosok sophrosyne (bijak, rendah hati), dewasa dan tidak suka berbuat onar. Baik itu di sekolah juga di asrama. Meski secara tampang, Philip lumayan proporsional.
Sepulang bertemu Riska, kebahagian Philip mencapai kulminasi. Seakan dia berjalan diatas angin dan telapak kakinya tak menyentuh tanah lagi. Ya. Pikirannya sudah mengawang-awang (bayeond) melampaui realitas.
Galibnya, Philip amat naksir berat dengan Riska, gadis manis yang sudah duduk di bangku kelas 2 SMA itu. Secara badaniah, Riska memang sangat elok dipandang mata. Setidaknya, situasi itu semakin terang terlihat dari posisi Philip berpijak.
Dalam relung jiwa Philip, ada hasrat yang berdarah-darah untuk mencaplok hati sang adiratna, tanpa sisa. Terbilang, hasrat itu mengendap sangat dalam, mengakar dan radikal di dalam dirinya.