Momen penyortiran bunga cengkeh basah merupakan diskursus yang mengasyikan pascapanen cengkeh di desa. Sebagaimana penyortiran bunga cengkeh dilakukan pada malam hari setelah selesai dipetik siang harinya.
Aktivitas menyortir cengkeh ini sangat mudah sekali, yakni memisahkan bunga cengkeh yang masih melekat pada gagang. Baru kemudian bunga dan gagang cengkeh di taruh pada tempat/ wadah yang berbeda.
Di tempat saya, Manggarai, penyortiran bunga cengkeh masih dilakukan secara manual, alias menggunakan tangan.
Penyortiran bunga cengkeh lazimnya mempekerjakan seluruh anggota keluarga, selain di bantu juga oleh buruh petik cengkeh. Tetapi biasanya para buruh ini membantu sekadarnya saja.
Hal ini dikarenakan mereka kehabisan tenaga setelah seharian melakukan panen di kebun.
Sambil Menenggak Tuak
Menariknya, disela-sela aktivitas penyortiran bunga cengkeh ini, selalu saja ditemani sebotol tuak. Tuak sendiri adalah minuman beralkohol yang dihasilkan dari penyulingan air pohon aren.
Bagi orang-orang tua di desa, sepulang dari kebun, biasanya mereka menenggak tuak sesampainya di rumah. Tuak diyakini meredakan nyeri otot dan penambah stamina yang hilang.
Demikian pula yang dilakukan oleh buruh petik di tempat saya. Asalkan saja minumnya sesuai takaran dan tidak sampai oleng kapten. He he he
Dengan diselingi sedikit tuak, penyortiran bunga cengkeh terasa cair dan tidak lagi menjenuhkan. Tentu di sini tuak hanya diperuntukan bagi laki-laki saja. Sementara ibu-ibu tidak diperkenankan. Mereka lebih suka nyortir sembari menonton sinetron.
Suatu sisi perlu diketahui, bagi masyarakat Manggarai, tuak adalah minuman yang sudah mentradisi. Sejak dahulu hingga kini, tuak sering dihadirkan dalam perjamuan adat dan acara-acara besar lainnya. Selain itu, orang-orang di desa saya sering memanfaatkan tuak untuk pengobatan, hingga untuk sekadar menghangatkan diskusi tat kala kongkow bareng teman-teman.
Setelah menenggak tuak tadi, topik diskusi kian beranak pinak dan berlipat ganda. Terlebih-lebih berkenaan dengan musim-menjelang-pilkada ini, berbuih-buih cakap menyoal politik.
Segala umur seakan mahfum membicarakan hal satu ini. seolah-olah jadi tahu tentang segala hal; dari politiik daerah hinggga menyigi politik di Amerika sana.
Bahkan kalau sampai ada saja dari beberapa orang yang berbeda pilihan, perdebatannya bakal nggak kelar-kelar, bahkan sampai lupa untuk menyortir cengkeh di depan muka. Ha ha ha
Tetapi ngomong politik itu bikin melek dan tentu saja makin di gosok makin mantul. Mungkin karena politik itu menawarkan uang, mimpi indah dan kuasa yang bisa memerintah segalanya. Mungkin saja ya.
Perbincangan itu tidak berhenti di politik saja tentunya. Bisa tentang pesta, pacar/ gebetan, setan, rokok, kebun dan lain sebagainya. Tidak ada bosan-bosannya.
Dan menariknya lagi, topik-topik diskusi semalam itu masih berlanjut di kebun keesokan harinya. Kendati pun lawan bicaranya, ya, orang yang sama juga. Jadi, tinggal lanjut saja.
Opini menyebar, tanggapan berlimpah, penilaian, persepsi bahkan representasi atas apa yang sedang dibicarakan itu. Yang pasti situasi kebun tidak lagi sepi dan sesekini mendadak ramai.
Tak dipungkiri, kesempatan seperti ini dirasa perlu untuk menghidupkan suasana dan memacu semangat kerja. Selain bisa 'membunuh waktu' di siang suntuk yang cukup melelahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H