Dalam tataran kehidupan orang Flores, budaya merantau kian melekat di tengah masyarakat. Bisa dipastikan banyak orang Flores merantau ke Jakarta, Kalimantan, Makassar dan beberapa kota lain. Bahkan ada juga yang merantau keluar negeri seperti Malaysia.
Mereka merantau ke kota tentunya didasari oleh keinginan dan semangat survival mengubah nasib ke arah yang lebih baik. Sebagai profesi alternatif, pertanian di desa sedemikian ditinggalkan.
Kebanyakan dari mereka yang memutuskan pergi merantau ini adalah generasi muda yang berasal dari keluarga petani yang secara ekonomi serba tak berkecukupan.
Yang ada di desa kini tinggal ibu-ibu hingga orang tua yang sudah uzur dan tidak berproduktif lagi untuk bekerja dan menggarap lahan.
Kosekuensinya logisnya, setelah mereka pergi, banyak lahan garapan yang ditinggal tidur dan tidak fungsikan lagi.
Dengan begitu pos pendapatan dari sektor pertanian kian gembos. Satu-satunya sandaran hidup keluarga di kampung kini berharap penuh dari hasil kerja anak-anaknya di tanah rantauan.
Pada kondisi lain, sebelum merantau banyak di antara angkatan muda ini yang memilih menjual tanah miliknya.
Hasil dari penjualan tanah ini pula digunakan untuk kebutuhan keluarga dikampung dan sebagiannya lagi memenuhi kebutuhan hidup selama masa awal di kota yang menjadi tujuan rantauan.
Adapun faktor lainnya, karena adanya masalah pertanian seputar irigasi, kelangkaan pupuk, tidak punya modal bertani hingga harga komoditas pertanian tidak bersahabat lagi di pasaran.
Lebih lanjut, kota menjadi tujuan merantau dan tumpuan hidup. Ihwal biar bagaimanapun, kota seringkali digambarkan dengan kesejahteraan, kota acapkali dikisahkan dengan hidup bahagia.