Kesamaan ritual ini bisa kita lihat dari tempat diselenggarakannya upacara yang berlangsung di kebun, hingga hewan yang akan dikurbankan.
Pada saat upacara Randang berlangsung, tua golo tampil sebagai pelaku tudak dan/ torok (penutur) sembari memegang babi dan ayam putih jantan.
Setiap satu bait tudak selesai, ia mencabut bulu ayam sehingga ayam itu mengeluarkan suara; koookk!. Sisi lain pada saat upacara Randang berlangsung, sang pemilik kebun beserta keluarga yang hadir mengikuti akan berada disekeliling dan tidak boleh membelakangi tua golo tadi.
Ada pun rapalan kalimat dalam doa-tudak- itu kurang lebih seperti berikut:
"Yo Mori, agu ihe pa'ang be'le. Gami anak'm loho go'o tegi berkak dite. Perong berkak koe gami one leho-leho nggerolon. Agu porong tadang koe sangget da'at data agu sial selama pua wua weri gami ho len.......(dst).
Terjemahaan: Ya Tuhan, roh leluhur dan alam, kami anakmu meminta berkat dan perlindungan, kiranya selama masa panen berlangsung ini, kami selalu di jaga, diberikan kesehatan, keselamatan hingga rejeki yang cukup.
Biasanya doa pembuka si tua golo (penutur) seperti itu. Kendati untuk melakukan tudak tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. Dalam hal ini hanya dilakukan oleh sesepuh dan atau tua golo dalam kampung itu.
Saya juga biasanya mengikuti beberapa rangkaiyan acara Randang ini bila memasuki musim panen di kampung. Baik acara yang diadakan sendiri juga mengikuti Randang di kebun tetangga.
Lebih lanjut, ketika upacara Randang ini selesai, dilanjutkan dengan acara makan-makan bersama di rumah pemilik kebun/ si penyelenggara acara. Itu berarti, ase kae ca beo (warga sekampung) turut hadir dan ikut merayakan.
Demikian catatan seputar ritual Randang yang menjadi kultur agraris masyarakat Pacar dan Kolang sejak dahulu kala. Semoga bermanfaat. Terima kasih dan salam hangat.