Mereka akhirnya setuju ketika saya meminta mereka untuk membantu saya memetik cengkeh.
"Bro, sampe kae pua cengkeh ding ta e.. (Nanti bantu saya metik cengkeh ya)" pinta saya
"Iyo kae, siap! Saet kosong seng rongko ho gah.. (Siap! Lagian mau cari uang rokok juga, kak)" jawab mereka santai
Pasalnya, untuk musim panen cengkeh musim ini paling tidak mencari sampai 15 orang buruh petik. Jumlah ini disesuaikan dengan volume pohon cengkeh yang berbuah.
Lazimnya orang-orang yang kami mintai bantuannya untuk memetik cengkeh adalah mereka yang benar-benar ulet dan terampil memetik cengkeh. Kalau dalam istilah lokalnya adalah 'Riket Tuke Haju'. Keuletan ini secara personal tidak di miliki oleh semua orang.
Karena pada dasarnya menjadi buruh petik cengkeh adalah salah satu pekerjaan yang sangat berisiko. Di karenakan harus menaiki pohon cengkeh yang tinggi-tinggi. Sebab kalau jatuh, kecil kemungkinan untuk selamat.
Sehingga untuk meminimalisir risiko kerja, penting untuk di antisipasi sedini mungkin.
Musim panen cengkeh sendiri akan dimulai awal Juni 2020 ini. Dikarenakan bunga cengkeh di kebun sudah mulai sedikiit matang dan kuning kemerah-merahan.
Upah Buruh Petik
Upah pekerja dan/ atau buruh merupakan salah satu diskursus yang proporsinya tidak kalah penting.
Sistem upah buruh cengkeh di desa saya dan mungkin umumnya di reksa wilayah Manggarai Barat tidaklah jauh berbeda. Yakni, sama-sama di hitung per harian kerja.
Terkhusus untuk kami, setiap harinya buruh petik ini diberi upah Rp 70.000 per orang. Nominal ini belum termasuk dengan akomodasi lain seperti untuk biaya makan minum (mamin), rokok dan transportasi. Jika di kalkulasikan, banternya sehari Rp 100.000 untuk perorangnya.
Kemudian para buruh petik ini menanggung beban kerja selama 7 jam setiap harinya. Terhitung dari jam 07.00 pagi sampai 16.000 sore.