Selain Hari Raya Natal dan Paskah, momen Pentakosta adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristiani di seluruh dunia. Terkhusus bagi umat Katolik di Paroki saya, Manggarai Barat, momen memperingati Kenaikan Yesus Kristus ini amat berkesan.
Orang-orang di Paroki saya menyebut Pentakosta dengan sebutan Pentekosten dan/ atau Pente. Entah, sedikit dipelesetkan di lidah. Tersebab faktor dialeg, mungkin.
Biasanya momen pentakosta di paroki kami selalu di isi oleh ragam kegiatan. Baik itu dengan bakti sosial di lingkungan gereja, berdoa dan rekreasi bersama hingga mengadakan turnamen sepak bola antar desa.
Nah, bila menyibak wajah lian Pentakosta di desa, sepak bola selalu menjadi familiar di ingatan orang-orang. Pentakosta kerap disandingkan dengan sepak bola, entah karena sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya.
Untuk menghidupkan suasana diawal pembukaan turnamen ini biasanya dimeriahkan dengan atraksi Caci (tarian adat Manggarai), bahkan adakalanya diwarnai dengan pawai sepeda motor yang berknalpot racing yang bunyinya menembus atmosfher. Pemandangan ini sangat menghibur.
Kompetisi sepak bola ini lazimnya dibuka dua minggu sebelum masa puncak (hari H). Itu berarti setiap desa mengirim satu atau dua kontingen/ atau kesebelasan. Pesertanya diisi oleh anak-anak muda hingga yang tua-tua. Mama-mama juga demikian dan tidak mau ketinggalan, karena panitia mengadakan kompetisi bola voli.
Selama dua minggu itu pula masyarakat separoki tumpah ruah di pinggiran lapangan untuk menyaksikan tim kesayangannya bertanding.
Demikian para pemain yang sedang merumput sudah tidak menghiraukan lagi debu yang berterbangan di udara, seolah takluk pada sorak sorai penonton yang mengerubungi diluar lapangan sepak bola .
Seperti biasa, penggemar bola sepak lingkup paroki ini terbelah menjadi dua kutub. Kita pun dengan gampangnya mengidentifikasi.