Oleh: Guntur Pribadi *)
“Merdeka itu hak setiap bangsa. Merdeka itu hak setiap jiwa. Kita merdeka karena itu adalah hak hakiki hidup setiap manusia”.
INDONESIA tahun ini memasuki usia kemerdekaannya yang ke-66 tahun. Usia yang cukup tua dalam proses membangun negeri ini. Terjalnya perjalanan menata negeri ini seperti belum berhenti. Demikian ruang ‘kemerdekaan’ yang ada, ternyata masih belum sepenuhnya memberikan arti merdeka yang sesungguhnya pada bangsa ini.
Diusia yang tidak muda, negara ini masih saja harus tertatih dalam memaknai kemerdekaan pasca revolusi fisik. Kemerdekaan yang bercita-cita membebaskan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan hingga hari ini masih terus bermakna absurd: kita memang merdeka dari cengkraman kolonial, tapi sesungguhnya kita belum merdeka dari cengkraman watak kolonial.
Kita bisa lihat, watak kolonial (penjajah) di negeri ini masih mendominasi. Kita memang tak diserang dengan peluru tajam. Kita memang tak dibombardir dengan percikan api meriam, tapi sendi-sendi kehidupan bangsa ini digerogoti oleh para ‘pendusta’ kekuasaan.
***
Hakiki “kemerdekaan” sebagai hak fitrah manusia secara individu, seharusnya menjadi ruh kemerdekaan yang diperingati negara ini setiap 17 Agustus. Sebab, ruh kemerdekaan bukanlah sekedar terbebas dari kungkungan penjajah. Tapi, ruh kemerdekaan yang sesungguhnya adalah menjadi bangsa yang merdeka dari kemiskinan, keterbelakangan, peminggiran ekonomi, dan ketidakadilan sosial, serta merdeka dari kungkungan ‘pendusta’ kekuasaan.
Presiden pertama republik ini, Ir Soekarno, pernah mengatakan dalam pidato kemerdekaanya, bahwa: “Semangat proklamasi adalah semangat persatuan…Semangat proklamasi adalah semangat membentuk dan membangun negara…”. Inilah seharusnya menjadi semangat proklamasi kita setiap tahunnya: membangun negara dengan persatuan, membangun negara dengan semangat perjuangan, dan terpenting lagi, membangun negara dengan semangat kejujuran.
Kemerdekaan yang diraih dari keringat, semangat, dan tumpah darah para pendiri negara ini adalah buah dari kejujuran para pelopor kemerdekaan. Dan rasanya sulit, bila direnungkan, kemerdekaan bangsa ini dari penjajahan fisik didapat tanpa semangat kejujuran, ketulusan, dan persatuan.
Kita sepantasnya malu menjadi penikmat kemerdekaan tanpa meneruskan ketulusan, kejujuran, dan semangat persatuan para pendiri negara ini. Mereka berani berkorban, berani meneteskan darah terakhir hanya untuk menjadikan bangsa ini lebih terhormat di mata dunia.
Ratusan tahun kita dijajah kolonial. Beratus tahun itu pula bangsa ini diuji untuk mewujudkan negaranya. Tak mudah negara ini dibentuk. Tak mudah negara ini dibangun. Namun, benarkah kita telah sejujurnya menjadi bangsa merdeka?
Bangsa ini pada hakikinya masih mengalami penjajahan. Kemerdekaan yang diproklamirkan 66 tahun lalu, itu pun, masih belum bermakna kemerdekaan yang sesungguhnya. Terbukti hingga hari ini, Indonesia yang merdeka ternyata masih dijajah oleh hutang luar negeri, gerakan separatis, kemiskinan, pengangguran, busung lapar, korupsi, intervensi politik negara asing, hingga ancaman terorisme.
***
Setiap kita memiliki hak untuk merdeka. Dan setiap kita dilahirkan adalah untuk menjadi manusia yang merdeka: manusia yang bebas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan.
Manusia merdeka bukanlah manusia yang terkungkung dalam ketakutan untuk menghadapi hidup. Tuhan melahirkan manusia di bumi ini bermakna merdeka. Kemerdekaan itu diberikan Tuhan kepada manusia dalam makna kehidupan yang harus diperjuangkan, dipertahankan, dan dihargai. Islam mengajarkan: “Jangan kau bunuh dirimu sendiri…” (QS Annisa: 29).
Membunuh diri sendiri adalah kemungkaran yang sangat dilarang. Prinsip ini sesungguhnya, prinsip kehidupan manusia yang sejak penciptaanya dilahirkan merdeka, tidak dilahirkan untuk kemudian harus terbelenggu dan dijajah oleh ketakutan, ancaman, keterasingan, penindasan, kekerasan, hingga membunuh diri sendiri, termasuk membunuh diri orang lain.
Mengapa Tuhan melarang keras manusia membunuh dirinya sendiri —dan tentunya termasuk membunuh orang lain? Sebab, tak ada seorang pun yang menjadi bagian ciptaan Tuhan yang berhak untuk melakukan pembunuhan (penindasan, penjajahan), baik itu pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. Inilah makna kemerdekaan manusia yang harus dipertahankan, baik pada perannya sebagai makhluk individual, maupun juga pada perannya sebagai makhluk sosial.
Sebagai hak hakiki hidup, kemerdekaan, apapun alasannya, harus diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan sebaliknya, penjajahan dengan segala bentuknya pun harus dilawan dan dihapus. Demikian pada bangsa ini. Kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Segala bentuk pembelengguan hak merdeka pada bangsa ini harus dilawan, termasuk hak merdeka menikmati hasil kekayaan alam dan merdeka mendapatkan keadilan di negeri ini.
Karena itu, kemerdekaan bangsa ini sudah seharusnya bermakna nyata. Bangsa ini sudah seharusnya merasakan kemerdekaan yang sejujurnya yakni, merdeka menjadi warga negara yang mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan kejujuran dari para penguasa dan pengelola negara ini. Merdeka! []
*) www.guguncenter.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H