Tetangga kami memelihara seekor anjing kampung. Tubuhnya besar, suaranya sangat kencang dan tak bisa diatur. Gonggongannya bisa terdengar hingga sekitar 50 meter. Sangat berisik jika mereka kedatangan tamu.
Sekali waktu saya perhatikan bahwa si anjing jarang terdengar suaranya. Belakangan saya tahu bahwa anjing itu sedang sakit. Ada disebut nama penyakitnya, tapi saya kurang memperhatikan. Ketika suatu waktu saya melihat anjing tersebut melintas, tampak bulunya sudah hilang di sana sini, di sekujur tubuhnya bertebaran luka terbuka dan bercak-bercak darahnya mengotori lantai teras rumah tetangga kami. Dari jauh tercium bau busuk.
Kata dokter hewan yang dipanggil untuk mengobatinya, anjing itu terkena virus. Sempat diobati dengan ivermectin dan tubuhnya membaik, tapi kemudian penyakit itu kembali lagi. Biaya lumayan besar dikeluarkan sang majikan untuk mengobati anjing. Si anjing tampak kepayahan dan terbaring lemah tidak mau makan dan minum. Dia sering bersembunyi di tempat gelap, dan konon itu tanda-tanda anjing akan mati. Â
Melihat kondisi anjing mereka sudah sekarat, tetangga kami memanggil dokter hewan. Ketika dokter mengatakan bahwa anjing tersebut akan sulit sembuh dan mungkin akan terus menderita, mereka meminta dokter untuk menyuntik mati saja anjing itu. Tapi, si dokter tidak bersedia. Tidak jelas, apakah alasan etika dokter hewan atau sebab lain. Ada orang yang menyarankan agar anjing dijual atau diberikan saja kepada pedagang daging anjing, tetapi tetangga kami menolak karena tak tega anjingnya dijadikan santapan manusia dan kuatir obat-obatan yang sudah berbulan-bulan digunakan si anjing, baik secara oral maupun dioleskan di kulitnya, berefek buruk pada orang yang mengonsumsi dagingnya. Saran untuk memberikan racun dalam makanan untuk membunuh anjing juga mereka tepis.
Saya heran, sudah berbulan-bulan sakit, hingga sekarang anjingnya masih hidup. Tubuhnya memang terlihat ringkih dan kulitnya masih penuh koreng dan luka. Sang majikan kadang-kadang terlihat menggaruk-garuk si anjing dengan kakinya. Si anjing terlihat menikmati dan jika sang majikan berhenti menggaruk, si anjing akan menggamit kaki si majikan dan memandang majikannya menghiba untuk digaruk-garuk kembali.
Seekor anjing jelek, buduk dan bau bertahan hidup karena belas kasihan majikannya. Sang majikan mempertahankan hewan yang praktis sudah tidak berguna dan banyak menghabiskan uang. Saya terenyuh. Di dalam hubungan antar manusia, malah kadang-kadang seseorang dengan mudah melupakan bahkan mencampakkan persahabatan yang sudah berlangsung belasan tahun hanya karena sang mantan sahabat sedang dikucilkan oleh orang yang lain.
(Photo by Fabian Gieske on Unsplash) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H