Mohon tunggu...
Freddy Nababan
Freddy Nababan Mohon Tunggu... -

Saya seorang pembaca setia Kompas. Saya lahir dan besar di Medan, Sumatera Utara. Penerjemah bahasa Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia, interpreter, ghost writer, writer (writerpreneur)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kasta dari Perspektif Ekonomi dan Bahasa

15 Februari 2015   19:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kasta dari Perspektif Ekonomi dan Bahasa

Oleh Freddy Nababan

Sejatinya kasta ataupun hirarki tidak pernah pudar dari muka bumi ini. Eksistensi kasta di dunia setidaknya bisa dilihat dari dua perspektif, ekonomi dan bahasa. Ekonomi dan bahasa adalah determinan utama kasta suatu bangsa.

Untuk itu, bangsa Indonesia harus bangga dengan bahasa pemersatunya, Bahasa Indonesia. Sesuai konsensus, Bahasa Indonesia adalah kasta tertinggi dari bahasa-bahasa lain yang ada, yang telah mempersatukan negeri ini dari Sabang sampai Merauke.

Mengapa harus demikian? Raja Ali Haji pernah menuliskan dalam Gurindam 12-nya arti penting dari bahasa itu, dengan ujaran kondangnya, "Bahasa Menunjukkan Bangsa."

Hal ini mutlak adanya. Seseorang akan dengan mudah diidentifikasi dari bahasa yang dipakainya. Bahasa adalah stereotipe suatu bangsa: superior atau inferior.

Itulah realita sebenarnya. Kekuatan ekonomi plus bahasa suatu bangsa adalah pendulum supremasi absolut suatu bangsa atas bangsa lain dalam multiaspek.

Terkait dengan ekonomi dan bahasa, beberapa marka penentu yang menjadi justifikasi bagi stratum ini, antara lain, total penggunanya di seluruh dunia, dominasinya dalam percaturan ekonomi-politik global, beserta posisi tawar sumber daya manusia dan alamnya.

Berbicara tentang penggunanya, menurutethnologue.com, diestimasikan bahwa bahasa Indonesia (selanjutnya disebut Bahasa), yang berakar dari bahasa Melayu, digunakan oleh kurang lebih 259 juta penutur di seluruh dunia, dan Bahasa pun terdaftar di peringkat 7.

Selain itu, sejak tahun 2007 Bahasa telah dinyatakan sebagai alat komunikasi utama kedua di Vietnam. Di Thailand, dari hari ke hari semakin banyak orang yang mempelajari Bahasa, dan tercatat ada sekitar 900.000 pengguna yang fasih menggunakannya, membuktikan bahwa Bahasa telah menjadi bahasa dominan di Asia Tenggara di antara 565 juta populasi di kawasan. Jumlah ini bisa bertambah besar apabila dimultiplikasikan dengan beberapa negara lain yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya.

Di skala yang lebih luas, di Asia contohnya, Bahasa menempati posisi ketiga setelah bahasa Mandarin dan Jepang, dan terdokumentasikan di urutan 26 dari 200-an lebih bahasa yang paling banyak dipakai di dunia maya, sebagaimana tercatat di Wikipedia dan Wordpress.

Lebih jauh lagi, dengan berbagai eminensi yang dimiliki bangsa Indonesia, Bahasa juga diproyeksikan sebagai ujaran baku di Asia Tenggara. Dan kesempatan ini sangat terbuka lebar untuk terealisasi.

Itulah sebabnya mengapa berduyun-duyun manusia dari berbagai belahan dunia mempelajari Bahasa dengan bermacam cara, dan tentunya, tujuan.

Dari perspektif ekonomi, Indonesia sekarang adalah salah satu pemain kunci dalam sektor ekonomi dan politik global.Selain sebagai anggota gerakan Non-Blok, Indonesia sekarang telah menjelma menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. Indonesia sekarang berada di zona layak investasi, bukan gurem investasi.

Selain sebagai anggota G-20, pasar Indonesia sangat terbuka sekali untuk berbagai varian investasi, dan juga sebagai pusat produksi dan penjualan aneka produk dan jasa di bidang kesehatan, pendidikan, fashion, kuliner , properti, manufaktur dan bahkan pasar  kerja.

Terlepas dari situasi dan kondisi saat ini, Indonesia --- dulunya dikenal sebagai Nusantara  --- pernah memiliki masa keemasan yang gilang-gemilang di masa lampau. Tepatnya di era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) dan Majapahit (abad ke-14).

Di masanya masing-masing, baik Sriwijaya maupun Majapahit adalah kerajaan termashyur di Asia. Dan hal ini turut andil dalam memberikan pengaruh yang besar bagi kawasan lain di dunia. Tak hanya dalam bidang politik dan perdagangan, dominasi bahasa pun menjadi elemen esensial kekuatan dan keunggulan bagi mereka.

Selain para koloninya, banyak pihak, juga mempelajari dan menggunakan bahasa resmi kedua kerajaan dalam berkomunikasi. Inilah yang disebut faktor kejayaan masa lalu.

Dan sebagai wujudnya dalam era modern ini, Indonesia harus bisa bersikap tegas pada orang asing yang ada untuk mewajibkan penggunaan Bahasa sebagai media komunikasi formal dalam interaksinya di negara ini. Harus ada semacam uji kompetensi berbahasa Indonesia bagi para kaum ekspatriat ataupun pihak asing lainnya, layaknya semacam TOEFL, IELTS, ataupun TOEIC. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya tawar Bahasa dan bangsa Indonesia. Ingat, bangsa kita bukan bangsa pecundang!

Namun ada hal yang merisaukan terkait krisis kepercayaan diri bangsa ini terhadap Bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kerap ditemukan judul-judul kegiatan/pemberitaan, pemberitahuan, dan undangan yang memakai bahasa asing (Inggris), namun isinya adalah Bahasa.

Dengan begitu banyaknya padanan Bahasa Inggris di Bahasa Indonesia, kita tidak perlu merasa canggung ataupun tidak percaya diri dalam memakai Bahasa. Coba kita perhatikan contoh-contoh penggunaan bahasa campur-campur yang kerap kita dengar di masyarakat kita.

"Holiday nanti mau ke mana?," "I gak percaya diri-lah," atau "Be careful ya."

Padanan untuk bahasa-bahasa tersebut sangat mudah sekali dijumpai dalam Bahasa. Alih-alih menggabungkannya dengan bahasa Inggris, kita bisa mengatakan, "Liburan nanti mau pergi ke mana? “Aku tidak percaya diri-lah” dan " Hati-Hati ya. " Itu saja sudah cukup.

Tak perlu malu atau tidak percaya diri dalam berbahasa Indonesia. Tidak ada yang bisa menggaransi bila kita tidak mampu berbahasa asing berarti kita dianggap ketinggalan zaman, kelas rendahan. Sebaliknya, bila kita mampu berbahasa asing, maka kita dianggap pintar ataupun cerdas dan berada di atas yang lainnya.

Mampu berbahasa asing adalah nilai lebih, namun abai terhadap bahasa sendiri adalah tindakan tidak terpuji dan patut dipertanyakan kebanggaannya bertanah air. Untuk menjadikan Bahasa sebagai bahasa kasta utama di negara ini, tidak bisa tidak, para pemimpin Indonesia, tokoh masyarakat, media dan siapa pun mereka yang melayani dan menjadi panutan masyarakat, harus berkomitmen dan berkontribusi nyata dalam penggunaan Bahasa yang baik, benar dan konsisten di ranah publik.

Hal ini penting untuk segera dilaksanakan di tengah kecenderungan generasi muda dan para elite negeri kita yang latah dan alpa dalam berbahasa. Ada tendensi kaum muda dan elite lebih bangga berbahasa asing.

Apakah itu sekadar tuntutan globalisasi, faktor dominasi ekonomi bangsa lain, status sosial atau semata-mata agar dianggap warga kelas dunia, tak jelas alasannya. Namun yang pasti, hal ini menjadi fenomena yang mengkhawatirkan eksistensi Bahasa sebagai salah satu elemen perekat bangsa.

Ada baiknya apabila kita belajar dan bercermin dari negeri Tiongkok dan Jepang terkait patriotisme dan nasionalisme mereka terhadap bahasanya.

Mereka belajar banyak dari negeri Barat tanpa sedetik pun melupakan jati diri bahasa mereka yang sebenarnya; mereka tetap menggunakan bahasa mereka dengan baik dan benar sementara pada saat yang sama mempelajari bahasa asing.

Tidak hanya mereka memiliki keyakinan yang kuat, tetapi mereka juga memiliki jiwa kepahlawanan dan rasa cinta tanah air serta bela bangsa yang besar dan patut mendapat acungan jempol terhadap bahasanya.

Bahasa yang tetap terjaga dan terpelihara diejawantahkan dalam kapitalisasi dominion ekonomi yang mahadahsyat. Siapa tak kenal bangsa Tiongkok dan Jepang sekarang ini, penguasa ekonomi dunia yang terus menancapkan pengaruhnya di berbagai belahan dunia sembari meluaskan pengaruh budaya dan bahasanya secara global? Terkhusus bangsa Tiongkok, negeri ini seinci lagi menjadi penguasa ekonomi dunia setelah sebelumnya menjadi penguasa bahasa dunia dengan jumlah penutur terbanyak.

Karena memang dunia sudah diatur dalam kasta, maka wajib bagi bangsa ini untuk terus menjaga bahasa persatuannya di urutan tertinggi, dan pada saat yang bersamaan menggerakkan roda-roda perekonomiannya sebagai lokomotif utama dominasi antarbangsa. Sebab, posisi suatu negara di dunia ini sekarang dinilai dari kekuatan ekonomi dan pengaruh bahasanya.

Bangsa ini punya modal untuk menjadi bangsa besar dan berkasta mulia. Sejarah masa lalu dan prospek bangsa ini di masa depan telah mengonfirmasi dan mengafirmasi hal tersebut.

Penulis adalah seorang generalist, tinggal di Medan, Sumatera Utara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun