Bagaimana bisa aku melupakan luka yang kau toreh dit, terlalu dalam luka yang kau buat dihatiku dit, hingga kebaikan dan tangismu pun tak mampu lagi mengobatinya. Dulu apapun akan kulakukan agar kau kembali, namun kau menyia-nyiakan semua, menyiakan usaha ku yang kau anggap drama.
Lepaskan saja semua dit, biar kamu senang, biar kamu tak terbebani, aku sudah melupakan semua sumpah mu, biar semua menjadi masa lalu, kl itu masi harus dinamakan. Pengertian kita tentang kejujuran berbeda dit, kamu menginginkan kejujuran dariku tanpa kamu ingin membalasnya, pemahaman kamu tentang pengorbanan berbeda dengan aku dit, kamu menganggap pengorbanann aku sebuah keharusan bukan sebuah tanda cinta, sedangkan yang kamu lakukan adalah bentuk dari rasa takut kehilanganmu. Kamu boleh berkata tajam padaku agar aku mampu berubah, sedangkan aku hanya boleh menjalani apa yang kamu sebut pembuktian, kamu selalu menyalahkan tingkat pendidikan aku, kamu ga salah dit, kamu benar, harusnya aku menggunakan pola pikir pendidikan aku, bukan merendah mengikuti alur cerita yang kamu jalani, itulah kebodohan aku.
Begitu banya kesempatan aku berikan padamu dit, tapi memang kemalasan selalu menciptakan berbagai alasan. Dit,, harusnya kamu tau, tidak ada kesuksesan dibangun dengan bermalas-malasan, ga ada yang instan dalam hidup dit, semua butuh proses, meski kamu hanya membuat mie instan sekalipun, tetap harus ada proses yang harus kamu jalani.
Aku mencintaimu, tak pernah melihat sapa kamu, latar belakang kamu, bahkan pendidikan kamu sekalipun, Tulus… mungkin itu lebih tepat, tapi kamu telah menyia-nyiakan apa yang aku suguhkan padamu dit, peluang yang aku berikan telah kamu binasakan dengan perselingkuhanmu…
Kini aku akan berjalan menjauh darimu dit, dari skenario hidup yang engkau tawarkan.. aku telah benar-benar lelah dit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H