Saat Ahok sudah terlihat menyesal dan meminta maaf, hati yang sudah mulai melembut kembali dirusak dengan cuitan para jawara yang merasa paling benar dan paling tahu, bahwa Ahok sudah bagus meminta maaf meskipun tidak bersalah.
Dua kali parade KeBhinnekaan yang seharusnya mengoreksi persepsi publik terhadap Ahok, akhirnya semua jadi bumerang karena operator yang tidak kapabel. Dimulai dari sehabis Aksi Bela Islam I, dimana Djarot bersama pendukungnya menanam kembali taman yang terinjak pendemo, akhirnya dibuktikan dengan foto-foto yang menjadi viral bahwa acara tersebut disetting, dengan taman ditanam ulang dinas pertamanan DKI, lalu disisakan sepetak untuk ditanam Djarot cs, dengan van Met** TV sudah standby.
Saat Aksi Bela Islam II berlangsung, pun menjadi viral foto selfie Ahok bersama konsultan politik dan dua orang petinggi PDIP. Kok bisa bocor foto begini, ya tanyakan kepada orang ngebet beken yang mempostingnya di sosmed.Â
Aksi Bela Islam II dan III sebenarnya menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam organisasi dan koordinasi massa yang sedemikian masif. Membuat aksi tandingan yang setaraf amat sangat sulit. Ternyata vendor-vendor yang ditunjuk kerjanya malah amburadul. Pawai pertama ditandai aksi injak rumput, bagi-bagi fulus dan buang sampah sembarangan. Aksi bagi duit itu seolah lemparan bakiak ke muka Ahok yang beberapa hari sebelumnya bicara pada media asing bahwa massa aksi yang menuntut dia merupakan massa bayaran.Â
Pawai jilid II dengan vendor partai pendukung Ahok ternyata lebih parah lagi. Selain melanggar peraturan dengan menumpang Car Free Day, juga diselenggarakan dengan serampangan. Sampah bertumpuk, taman diinjak, orang-orang berseragam partai bagi-bagi segepok uang, peserta rebutan makanan. Bahkan media yang cenderung pro Ahok juga memberitakan adanya uang beredar dan pengakuan sejumlah peserta yang menerima uang.Belum lagi gambar-gambar peserta membuang hajat sembarangan termasuk di van Met** TV yang menjadi viral dimana-mana. Juga foto selfie sejumlah taipan di Grand Hyatt dan bersama Papa di Hotel Nikko. Acara di panggung pun sempat ditutup dengan adu bacot sesama petinggi partai disusul dengan adu jotos yang sempat berakhir lapor-melapor di kantor polisi. Saking ngaconya acara ini sampai berbagai pihak termasuk PDIP dan Ahok sendiri buru-buru mengambil jarak.Â
Setelah itu tak henti-hentinya blunder dibuat Ahok dan para pendukungnya. Soal Ahoker suka membully lawan-lawannya itu sudah biasa. Soal memberangus akun-akun dan website tertentu itu produk dari masih berada di lingkaran kekuasaan. Masalah utama adalah centang-perenangnya eksekusi di lingkar dalam Ahok. Entah siapa yang nganjurin Ahok mengumbar tangis di pengadilan, yang kontraproduktif dengan pencitraannya selama ini. Entah siapa pula yang menganjurkan atau membiarkan Fify Lety Indra, adik Ahok yang Notaris dan tidak tercantum di Surat Kuasa kepada sejumlah pengacara, untuk membacakan Nota Keberatan. Untuk apa, efek dramatis? Perjuangan bersama keluarga?Â
Kemudian menyebarkan foto Ahok dipeluk saudara angkat bukan muhrimnya, yang lebih celaka lagi beredar foto-foto belakang layar menunjukkan penyutradaraan foto itu dan Ahok yang tertawa bersama orang-orang di ruangan tersebut. Begitu konyolnya sampai pertanyaan yang paling urgent adalah : memangnya tidak disaring dengan baik siapa saja yang berada di sekitar?
Saat ini tidak asyik lagi membahas Ahok. Seperti kata Kompasianer Gatot Swandito, Ahok ibarat buto cakil yang ngga usah diapa-apain, ntar dia bunuh diri dengan senjatanya sendiri. Ahok sudah sempoyongan tanpa Sunny. Alih-alih operator dan korlap yang diam tapi kerja keras seperti Sunny, kini Ahok dikelilingi vendor pengejar fee nan dodol, buzzer-buzzer yang ribut dan sibuk menonjolkan diri sendiri, dan menerima nasehat/masukan yang pada salah kaprah. Ahok diajak memposisikan diri seperti mereka, saat Ahok adalah minoritas Tionghoa Kristen sementara mereka agama dan etnis mayoritas; saat Ahok adalah Gubernur pemimpin seluruh rakyat DKI sementara mereka cuma selebtwit dengan puluhan ribu umat akun bot dan anonim; saat Ahok punya banyak yang dipertaruhkan sementara mereka tinggal tutup akun lalu buka akun baru. Berlomba-lomba buzzer ini show-off jasa, foto bersama, kedekatan serta tindakan Ahok mengikuti opini mereka; untuk popularitas diri sendiri.Â
Silakan sejumlah pendukung cinta matek termasuk akun-akun bot yang baru diciptakan tahun 2016 yang memenuhi Kompasiana akhir-akhir ini terus bermimpi. Termasuk cewek itu yang masih fatamorgana Ahok bisa jadi Presiden. Ahok sudah Tamat. Melawan Anies dan Agus saja sudah susah tanpa blunder yang dibuat sendiri. Apabila Ahok mawas diri sepeninggal Sunny, mestinya Ahok tidak seterpuruk ini.Â
Banyak pemimpin yang gugur gegara mendengarkan bisikan yang keliru, lalu melepas rudal pencari panas yang akhirnya menancap di bokong sendiri. Sedih memang, dan Ahok bukanlah yang pertama. Juga bukan yang terakhir.
GTS, 16 November 2016