Pada tanggal 17 Juni 2014 ada tulisan yang bagus dari Kompasioner Horas AM. Naiborhu menjelaskan konteks kebocoran yang dimaksud oleh Prabowo dalam Debat Capres.
http://hukum.kompasiana.com/2014/06/17/meluruskan-kontroversi-kebocoran-keuangan-negara-667068.html
Kompasioner tersebut menyatakan bahwa keuangan negara bisa dilihat dalam arti sempit (hanya APBN) maupun arti luas (meliputi: APBN, APBD, unit-unit usaha negara, dan seluruh kekayaan negara). Dan yang dimaksud Prabowo dalam kebocoran adalah arti luas; yang sudah sesuai dengan definisi keuangan negara dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 15/2006 tentang BPK.
Beberapa hari ini kita melihat, ekonom seperti Tony Prasetiantono dari UGM dan Faisal Basri, sengaja melecehkan Prabowo, dengan mengarahkan ungkapan kebocoran yang dikatakan oleh Prabowo adalah definisi dalam arti sempit, yaitu APBN saja. Mengingat bahwa majalah Tempo pernah memberitakan bahwa Tony Prasetiantono termasuk dalam tim perumus Debat Capres bidang Ekonomi, dengan pernyataan Tony Prasetiantono yang sangat pro Jokowi dan partisan, harus menjadikan catatan bagi KPU untuk hati-hati dalam menentukan tim inti debat. Terutama setelah blunder Prof Ahmad Erani Yustika yang ternyata mantan timses JK pada tahun 2009.
Mustahil ekonom sepintar Tony Prasetiantono dan Faisal Basri, yang ada masanya tertentu juga acapkali menuding Pemerintah atas kebocoran anggaran, kontrak karya dll tidak memahami kedua konteks : luas dan sempit tersebut. Apalagi di dalam debat, Prabowo berkali-kali menekankan mengenai kebocoran SUMBER DAYA ALAM yang dilarikan ke luar negeri, DIKUASAI ASING, sehingga tidak mungkinlah konteksnya hanya Anggaran atau APBN. Keduanya, terutama Tony Prasetiantono, malah terus menggunakan angka Rp 7.200 triliun yang sebenarnya dari Abraham Samad, untuk mengejek Prabowo.
Melihat fenomena menarik ini, patut disimak interview di TV One dengan Mantan Menko Ekuin dan Kepala Bappenas Dr. Kwik Kian Gie (selanjutnya disingkat KKG), yang pada tanggal 16 Juni malam itu didampingi Direktur Indef Dr. Enny Sri Hartati (maaf jika penulisan keliru).
Sebenarnya ini penampilan kedua, karena sehari sebelumnya KKG sudah berbicara mengenai Jokowi pra Debat Capres hari Minggu 15 Juni, dimana dia mengeluarkan komentar nyelekit mengenai politik anggaran Jokowi.
Kutipan :
"Walau saya separtai dgn beliau (Jokowi) jujur saya katakan tidak mudah menjalankan politik anggaran tsb karena harus melalui persetujuan DPR RI. Apalagi dia juga harus mengacu kepada UU Otonomi Daerah dan UU Perimbangan Keuangan Daerah. Jadi tidak segampang itu. Beda dgn jadi Walikota atau Gubernur.
Kemudian soal kebijakan satu pintu melalui Mensesneg, susahnya bukan main..karena bila kebijakan yang telah keluar dari tiap-tiap departemen melalui Sekneg dan tidak sinkron dgn kebijakan departemen lainnya di lapangan akan balik lagi ke Sekneg..gitu seterusnya mutar-mutar sendiri.
Kemudian soal birokrasi melalui online lewat serba e-, itu tidak bisa diserahkan lgsung ke programmer saja..dia atau departemen harus menyiapkan bahan-bahan, yang mengerjakannya susah sekali sebelum dikerjakan programmer. Selain itu juga beresiko di-hack pihak lain atau bocor. Amerika saja bisa dibocorin si Snowden. Saya sudah pengalaman waktu di Bappenas dulu. Jadi tidak segampang itu."
akhir Kutipan.
Pada tanggal 16 Juni itu rupanya KKG sudah di'keramasi' oleh 'anda tahu siapa' sehingga omongannya tidak segahar kemarin. Tapi kritik terhadap Jokowi masih muncul di sana sini. Terhadap Prabowo, ada kritik, tapi pada dasarnya KKG dan Direktur Indef ibu Enny, setuju mengenai kebocoran, meskipun dikatakan, tentunya tidak semudah itu mendapatkan Rp 1000 triliun yang bocor lalu dipakai untuk meningkatkan kemakmuran dan jaminan sosial bagi rakyat Indonesia.
Direktur Indef menggambarkan bahwa kebocoran itu terlihat dari rendahnya Tax Ratio Indonesia, yaitu ratio pendapatan pajak terhadap GDP, dimana hanya 12%. Apabila dibandingkan, Tax Ratio negara seperti Srilanka saja lebih tinggi di 17%. Apabila kita melihat perbandingan Tax Ratio Indonesia yang ada di website Depkeu, terlihat bahwa kita lebih jelek dari negara-negara subsahara Afrika seperti Botswana, Uganda, Burkina Faso, Togo dll. Apakah masih mau dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Inggris, Amerika atau Singapura...?
Kwik Kian Gie tidak membahas angka Prabowo tersebut, tapi apabila kita napak tilas ke tahun 2003 saat KKG menjadi Ketua Bappenas, KKG pernah menerbitkan buku putih tentang pemberantasan korupsi di Indonesia, bisa dilihat di website Bappenas di sini : http://www.bappenas.go.id/files/5313/5228/1918/pemberantasan-korupsi---oleh-kwik-kian-gie__20081223152450__1667__0.pdf
Waktu itu KKG memberikan ilustrasi kebocoran APBN sebagai berikut :
Dari PPh dan PPnBM Migas : Rp 180 triliun; Dari Belanja Barang Rutin : Rp 35 triliun; Dari Ikan, Pasir dan Kayu yang dicuri : Rp 76,5 triliun, dari Subsidi Bank Rekap : Rp 14 triliun. Total Rp 305,5 triliun.
Itu adalah hanya sebagian angka kecil. Baru beberapa item di dalam APBN. Apabila angka 2003 tersebut ditambahkan dengan inflasi selama 10 tahun, pada awal 2014 ini nilainya setara Rp 620 Triliun...!Apabila ditambahkan dengan hilangnya royalti, illegal mining, penyelundupan (misalnya termasuk pipa minyak dan gas yang katanya dialirkan lewat dasar laut ke pulau di Singapura) dan lain-lain; apakah angka Rp 1000 triliun pada tahun 2014 ini terdengar FANTASTIS...?
Berikut ini pernyataan Abraham Samad sendiri di Rakernas PDIP pada September 2013 :
http://nasional.kompas.com/read/2013/09/07/1658214/Samad.Kita.Ini.Dibodohi.Terus.Impor.Itu.Bohong
kutipan :
Selain mengenai impor pangan yang tak jelas, Samad juga menyoroti lemahnya regulasi untuk melindungi sumber daya energi Indonesia. Ia mengatakan, dari 45 blok minyak dan gas (migas) yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing. Kondisi semakin parah karena banyak pengusaha tambang di Indonesia yang tak membayar pajak dan royalti kepada negara.
Dalam perhitungan KPK, potensi pendapatan negara sebesar Rp 7.200 triliun hilang setiap tahun karena penyelewengan tersebut. Bila ditotal, kata Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batubara, dan nikel di setiap tahunnya dapat mencapai Rp 20.000 triliun. Namun, pendapatan sebesar itu tergerus karena pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan.
akhir dari kutipan
Pada saat itu tidak terdengar bantahan sedikitpun dari peserta Rakernas PDIP tersebut, di dalamnya termasuk timses Jokowi yang kini nyaring memprotes Prabowo mengenai angka-angka Samad tersebut. Yang jelas Samad juga sama dengan Prabowo, menyebut kebocoran dalam konteks keuangan negara secara luas di luar batas APBN.
KPK sendiri pada Maret 2014 pernah menyatakan bahwa mereka telah menemukan kerugian negara dan menyurati Kementerian ESDM mengenai hal tersebut. Angkanya miliaran $.
Ini belum termasuk kerugian dari kontrak karya yang sangat merugikan Indonesia, yang dalam debat capres tersebut dikatakan Jokowi akan dihormati dan tidak akan direnegosiasikan ulang sampai kontrak berakhir 20, 30 tahun lagi saat kekayaan alam Indonesia tersebut sudah kering.
KPK juga menjabarkan adanya kerugian tidak terpungutnya dengan optimal royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Salah satu temuannya tentang jenis tarif PNBP yang berlaku terhadap mineral dan batubara yang berlaku pada KK lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP mineral. Jawaban dari Kementerian ESDM sangat standard : akan disesuaikan, dan sanksi bagi yang tidak kooperatif.
Sampai sejauh ini, sangat mengherankan apabila Pemerintah SBY masih mempertanyakan 'kebocoran apa yang dimaksud'; sebab sekian lama ekonom yang pro rakyat bukan pro asing dan neolib sudah membicarakannya. Bahkan KPK dan LSM seperti Jatam sudah mengangkat isu ini. Prabowo bahkan tak perlu memberikan angka apa-apa, sebab KKG sendiri sepuluh tahun yang lalu sudah mengeluarkan angka senada dengan Prabowo. Angka yang dikeluarkan Prabowo bukan apa-apa. Abraham Samad sendiri mengeluarkan angka yang jauh lebih dahsyat, apalagi jika kita minta angka-angka dari pelbagai lembaga think-tank dan LSM...?
Mengenai pendapat kubu Jokowi-JK, PDIP dan pendukung kubu ini, yang demi menjegal dan mempermalukan Prabowo; bersedia mengabaikan isu genting yang sangat mencederai kepentingan rakyat. Mereka tak memiliki kebesaran jiwa seperti Prabowo untuk mengakui jika pesaingnya benar, maunya menyerang, menyindir, menyalahkan, menjatuhkan. Sambil terus menggoreng isu HAM basi, isu omong-kosong Babinsa, cipika-cipiki dan sejenisnya yang tidak penting. Â Sudah jelas mereka ini kubu capres, partai dan pengikutnya, yang tidak pro rakyat dan menghalalkan segala cara untuk menang. Para cendekiawan dan pengamat ekonomi yang berada di belakangnya, juga telah menggadaikan profesionalisme mereka, sengaja melakukan penyesatan dan tak lagi mengedukasi masyarakat.
KKG sendiri pada interview tersebut sudah menyimpulkannya : pada saat memperjuangkan keadilan itu bagi rakyat Indonesia, musuh terbesar bukanlah asing tapi kolega dan kaum cerdik-pandai sebangsanya sendiri.
Jakarta, 18 Juni 2014
Go Teng Shin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H