Pendidikan merupakan pilar utama kehidupan. Pelaksanaan proses pendidikan memegang peranan penting bagi kemajuan umat manusia hingga saat ini. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh seberapa baik bangsa tersebut menghasilkan potensi sumber daya manusia yang bermutu melaluipenyelenggaraan pendidikannya.
Pendidikan, dalam arti luas, merujuk pada semua usaha yang diberikan oleh orang dewasa untuk memberi pengetahuan dan keterampilanagar peserta didik dapatmencapai kedewasaan serta dapat menyiapkan hidupnya secara mandiri baik jasmani, rohani, mental, spiritual, maupun sosial. Kedewasaan inilah yang akan menjadi bekal bagi peserta didik untuk menjalani hidup di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam kondisi ideal, pendidikan dituntut mampu memfasilitasi semua aspek kepribadian peserta didik agar senantiasa berkembang ke arah kedewasaan yang dimaksud.
Secara lebih rinci, Dwi Siswoyo (2009: 16) mendefinisikan kedewasaan sebagai kemampuan untuk menetapkan pilihan atau keputusan yang disertai dengan kesadaran untuk mempertanggungjawabkannya secara mandiri oleh peserta didik. Pilihan atau keputusan yang telah ditetapkan secara mandiri oleh peserta didik tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sehari-hari. Gardner (2013: 7) menyempurnakan definisi mengenai kedewasaan dengan istilah kecerdasan sebagai kemampuan dan keterampilan untuk menyelesaikan permasalahan dan menciptakan karya-karya baru yang bernilai bagi masyarakat dan lingkungan.
Sri Widayati dan Utami Widijati (2008: 6) menyebutkan 9 macam kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik berdasarkan pemikiran dan penelitian Gardner pada tahun 1983. Kecerdasan-kecerdasan itu bersifat majemuk karena sifatnya yang berbeda-beda namun saling berkaitan satu sama lain. Kesembilan kecerdasan tersebut adalah logis matematis, verbal linguistik, visual spasial, musikal, kinestetis, naturalis, interpersonal, intrapersonal dan eksistensial. Ada kemungkinan masih terdapat banyak kecerdasan lain yang belum diteliti. Semua peserta didik memiliki kesembilan kecerdasan tersebut dalam kadar dan tingkat yang berbeda satu sama lain.
Kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh peserta didik, apabila dikembangkan secara optimal baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah, akan memberi banyak manfaat terhadap keterampilan mereka dalam menyelesaikan permasalahan diri sendiri maupun masyarakat nantinya. Keterampilan tersebut merupakan salah satu faktor kesuksesan peserta didik di masa depan. Paul Suparno (2004: 12) mengungkapkan bahwa kecerdasan logis matematis dan verbal linguistik yang selama ini menjadi acuan dalam pengukuran tes Intelligence Quotient (IQ) bukanlah satu-satunya penentu kesuksesan seseorang di masa yang akan datang. Peserta didik dengan nilai tinggi belum tentu sukses dalam hidupnya jika tidak diimbangi dengan kecerdasan lain, seperti kemampuan memotivasi diri (intrapersonal) dan membina hubungan dengan orang lain (interpersonal).
Salah satu upaya untuk mengembangkan kecerdasan peserta didik adalah melalui pembelajaran di kelas sehari-hari. Pembelajaran tidak hanya terbatas dalam ruang kelas saja, akan tetapi dalam segala lingkungan yang memungkinkan peserta didik mendapatkan berbagai pengalaman belajar. Pembelajaran yang ideal diawali dengan kesiapan pendidik untuk mengenal karakteristik peserta didik, seperti latar belakang kecenderungan kecerdasan yang mereka miliki. Pengenalan tersebut, menjadi landasan bagi pendidik untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kecerdasan yang dimiliki peserta didik. Apabila gaya mengajar pendidik telah sesuai dengan gaya belajar peserta didik, maka tujuan pembelajaran yang tersirat melalui hasil belajar dapat tercapai dengan optimal. Hal ini didukung oleh Munif Chatib (2012: 108) yang menyebutkan bahwa inti dari pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah bagaimana seorang pendidik mengemas gaya mengajar agar mudah dipahami peserta didik, yaitu dengan pengenalan jenis kecerdasan mereka miliki.
Bangku sekolah dasar sebagai sarana pembentukan karakter peserta didik sangat representatif sebagai wahana pengaplikasian konsep kecerdasan majemuk melalui proses pembelajaran. Kecerdasan-kecerdasan yang terbina sejak usia dini sangat bermanfaat bagi bekal hidup mereka di masa yang akan datang, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan memecahkan masalah di berbagai bidang kehidupan. Sudah selayaknya para pendidik tidak lagi terpaku pada pembelajaran yang mengedepankan kecerdasan logika dan linguistik saja melalui metode ceramah atau baca tulis buku paket. Ada banyak metode yang dapat dijadikan alternatif pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Metode-metode tersebut tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyampaian materi tetapi juga pengembangan kecerdasan majemuk peserta didik.
Referensi:
1.Dwi Siswoyo, dkk. (2009). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
2.Gardner, H. (2013). Kecerdasan Majemuk: Teori dalam Praktik. (Alih Bahasa: Alexander Sindoro). Tangerang: Interaksa.
3.Sri Widayati & Utami Widijati. (2008). Mengoptimalkan 9 Zona Kecerdasan Majemuk Anak. Yogyakarta: Luna.
4.Paul Suparno. (2004). Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Teori Multiple Intelligence Howard Gardner. Yogyakarta: Kanisius.
5.Munif Chatib. (2012). Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia. Bandung: Kaifa.
Sumber: Gian Nitih Tania. (2013). Skripsi Pembelajaran IPS Berbasis Kecerdasan Majemuk. Disahkan tanggal 24 Juli 2013. Universitas Negeri Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H