Tanpa kami sadari, kami sudah memasuki hari ketiga di Luang Prabang. Hari ketiga ini kami gunakan untuk lebih bersantai dan melihat-lihat kota Luang Prabang. Pagi itu gerimis turun (gerimisnya kecil-kecil sekali), sehingga cuacanya lebih 'adem' dan cocok untuk berjalan-jalan. Kami pun mulai berjalan menyusuri sungai Nakham menuju sebuah 'vat' yang katanya paling tua dan paling terkenal yaitu Vat Xieng Tong.
Di sepanjang jalan berjejer rumah-rumah dengan gaya kolonial, kecil tetapi cantik untuk dilihat. Rumah-rumah itu banyak yang dijadikan penginapan, restoran atau cafe. Suasananya tenang sekali. Hanya satu atau dua mobil dan motor yang melewati jalan tersebut. Banyak wisatawan 'bule' yang mengendarai sepeda, karena di sana banyak sekali tempat penyewaan sepeda. Jalanannya menanjak dan menurun, jadi pasti sangat menantang.
Cukup jauh kami berjalan dan hujan pun turun agak deras (derasnya hujan di Indo China). Kami berhenti sejenak di sebuah taman dan di situ terdapat sebuah restoran yang pemandangannya mengarah ke sungai. Lokasi itu adalah pertemuan antara sungai Mekong dan Namkhan. Aneh, kenapa ya air sungai Mekong berwarna lebih kemerahan dibanding sungai Namkhan? Sampai saat ini saya belum menemukan jawabannya.
Setelah hujan agak reda, kami melanjutkan perjalanan menuju 'vat'. Sesampai di 'vat' sudah ada beberapa pengunjung dari berbagai negara. Kami sudah siap dengan kain dan baju lengan panjang, sehingga kami tidak perlu menyewa lagi. Setelah membayar 20000 kip per orang, kami lalu memasuki kompleks 'vat'.Â
Dekorasi di dalam 'vat' sangat menarik. Berwarna merah dan coklat (kayu). Di dinding 'vat' terdapat motif-motif yang menarik. Di bagian depan kompleks itu kami melihat seorang laki-laki sedang membuat lilin berbentuk bunga. Wah hebat sekali dia, bisa membuat lilin sebegitu cepat. Di sebelahnya dipajang  sebuah perahu yang panjang sekali. Di bagian belakang terdapat asrama para biksu. Saya melihat ada seorang biksu sedang membaca dan seorang lagi sedang rebahan di bangku.Â
![Wat Xie Tong](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/wat-xieng-thong-5796fda0ca23bd3f098b456a.jpg?t=o&v=770)
![Bagian dalam Wat](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/wat-that-luang-2-5796fdd124afbd1b30ceb7d9.jpg?t=o&v=770)
![Dekorasi di dinding yang unik](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/dekorasi-temple-5796fdffa423bdf7078b4567.jpg?t=o&v=770)
![Perahu panjang](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/kapal-panjang-5796fe2dca23bd62098b4574.jpg?t=o&v=770)
![Membuat lilin](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/membuat-lilin-5796fe5fd17a6188098b4569.jpg?t=o&v=770)
![Palace Museum](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/palace-museum-dari-luar-5796feb626b0bdc30b8b4567.jpg?t=o&v=770)
![Jalan masuk menuju Palace Museum](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/halaman-palace-musem-5796fed124afbd1a30ceb7dc.jpg?t=o&v=770)
![Para Biksu di halaman luar Museum](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/26/para-biksu-di-halaman-istana-5796fefa5797738a088b4567.jpg?t=o&v=770)
Dari istana kami kemudian berjalan-jalan di sepanjang jalan utama untuk mencari restoran karena perut kami sudah minta untuk diisi. Kami menuju sebuah restoran bernama 'Coconut Garden'. Review tentang restoran ini baik, jadi kami ingin juga mencoba apakah benar makanan di tempat ini enak. Malam sebelumnya kami melihat restoran ini ramai dipenuhi pengunjung. Saat kami tiba di sana restoran ini masih sepi, jadi kami bisa leluasa memilih tempat duduk. Kami memesan makanan Lao, salah satunya 'river weed' atau rumput sungai dan juga makanan Eropa. Kami belum pernah mencoba rumput sungai jadi kami harus mencobanya, dan ternyata enak. Kami sangat menyukainya sampai-sampai keesokan harinya kami membeli lagi untuk kami bawa sebagai 'snack' saat harus menunggu pesawat. Makanan di restoran tersebut sangat enak, tidak heran jika 'review' terhadap restoran ini baik.
Dari sana kami berjalan menuju 'day market'. Di sana kami membeli beberapa cendera mata khas Lao. Lelah berjalan, kami lalu memutuskan untuk pulang ke hotel dan beristirahat sejenak untuk kemudian pergi lagi pada malam hari untuk makan malam dan mengunjungi 'night market'.Â
Sore hari kami pergi lagi menuju 'night market'. Banyak sekali barang yang ditawarkan. Ada kaus, dompet, kap lampu, tas, kain tenun, dan banyak lagi. Di situ calon pembeli harus berani menawar. Banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris, jadi bahasa tarzan menjadi bahasa internasional. Â Malam itu kami mencoba mie Lao di kedai tradisional. Selama di sana 99 persen makanan yang kami pesan enak. Hanya ada satu yang tidak pas karena dagingnya keras, tetapi rasanya enak. Malam itu kami sengaja berjalan-jalan hingga larut karena hari itu adalah malam terakhir kami di Luang Prabang.
Saat sedang bejalan di sepanjang jalan utama, tiba-tiba seorang laki-laki India bertanya apakah kami dari Malaysia. Saat kami katakan bahwa kami dari Indonesia, dia langsung berbahasa Indonesia. Fasih sekali. Dia mengatakan bahwa dia lahir di Jakarta dan dia bangga lahir di Indonesia. Dia merasa dirinya sebagai orang Indonesia, walaupun sekarang dia tinggal di India dan memegang passport India. Dia sudah meninggalkan Indonesia sejak dia berusia 12 tahun (mungkin sekarang usianya sekitar 35-an lebih), namun bahasa Indonesia-nya masih fasih dan bagus.