Pada liburan akhir tahun 2014 bersama dengan kakak dan seorang keponakan penulis mengunjungi kota Yogyakarta. Dari pertama merencanakan perjalanan ini, kami sudah memutuskan untuk pergi ke kawasan Gunung Kidul karena kami enggan mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di kota Yogyakarta mengingat tempat-tempat tersebut pasti banyak dikunjungi oleh para wisatawan yang berlibur ke daerah Yogyakarta pada liburan akhir tahun.
Benar saja, saat kami keluar dari bandara dan menunggu bus Trans Jogja, kami harus menunggu cukup lama karena bus yang akan kami tumpangi terjebak kemacetan. Kami memang sengaja ingin mencoba bus Trans Jogja karena kami memang tidak terburu-buru karena hari masih pagi dan kami baru bisa “check in” di hotel kami pada jam dua siang. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya kami memutuskan untuk naik taksi ke rumah seorang saudara sambil menunggu waktu “check in” di rumahnya.
Setelah makan siang dan menyelesaikan berbagai urusan, kami kemudian pergi ke hotel untuk “check in” dan meletakkan barang-barang bawaan kami. Setelah berganti pakaian, kami berjalan-jalan di sekitar hotel. Banyak tukang becak yang menawarkan jasa mereka untuk membawa kami ke Malioboro atau ke Keraton atau berbelanja batik. Pada saat itu kami melihat bentor, wah sekarang di Yogya sudah terdapat becak bermotor. Kami pun akhirnya mencoba “bentor” dan minta diantar ke tempat penjualan batik di kawasan dekat Keraton. Saat melewati jalan Malioboro, kami harus menghadapi kemacetan. Wah banyak sekali pengunjung yang memadati jalan-jalan dan trotoir di Malioboro. Setelah cukup lama terpapar polusi dari kendaraan-kendaraan bermotor yang melewati jalan Malioboro hingga alun-alun, akhirnya kami pun terbebas dari kemacetan. Kami pun diantar oleh tukang becak untuk membeli beberapa potong batik. Selesai berbelanja, kami lalu kembali ke hotel untuk beristirahat sebelum pergi lagi untuk makan malam.
Setelah makan malam, kami kemudian mencari mobil sewaan yang akan membawa kami melihat sentra lurik di Klaten dan air terjun Ngluweng Sampang di daerah Gunung Kidul. Kami mengalami kesulitan saat mencari mobil sewaan karena memang sangat mendadak. Akhirnya, melalui seorang teman yang memiliki sebuah agen perjalanan, kami pun mendapatkan mobil sewaan yang akan membawa kami ke tempat-tempat yang akan kami tuju.
Pagi hari setelah sarapan, kami memulai perjalanan kami menuju Klaten. Supir yang membawa kami melalui beberapa jalan alternatif untuk menghindari kemacetan yang terjadi di jalan-jalan utama. Sopan sekali supir kami tersebut karena beberapa kali dia meminta maaf saat akan membawa kami melewati jalan-jalan alternatif tersebut. Kami justru sangat menikmati pemandangan yang ada di sepanjang jalan. Kami melewati sawah luas membentang dengan latar belakang bukit dan gunung. Indah sekali. Kami melewati daerah Brebah dan pemandangannya sangat menawan. Jalanan yang harus kami lalui memang relatif sempit tapi udaranya masih segar dan kami bisa membuka jendela tanpa harus memakai AC. Tentu saja hal ini bisa dilakukan karena saat itu sedang musim penghujan, kalau pada saat musim kemarau, penulis tidak yakin kalau udaranya akan sesegar itu. Setelah melewati sawah nan hijau, kami pun sampai di kawasan Prambanan. Lalu lintas masih lancer pada saat itu karena masih pagi dan tidak lama kemudian sampailah kami di kota Klaten.
Di Klaten, kami mencari jalan yang akan membawa kami ke sentra lurik. Sulit juga mencarinya. Setelah bertukar informasi dengan teman yang sudah pernah pergi ke sana, akhirnya kami menemukan jalan yang menuju ke daerah Pedan. Pemandangan yang disuguhkan di sepanjang perjalanan sangat indah. Sawah hijau dengan latar belakang bukit dan suasana mendung menambah indahnya pesona alam tersebut. Kami pun sampai di sebuah pabrik lurik di Pedan. Agak kecewa juga saat sampai di sana karena penulis mengharapkan melihat pengrajin lurik tradisional. Namun, yang penulis dapatkan adalah pabrik lurik yang pengerjaan luriknya dilakukan oleh mesin. Kami pun mendapat informasi bahwa di tempat Haji Rachmad pengerjaan lurik masih dilakukan secara tradisional. Namun, karena kami masih ingin pergi ke Gunung Kidul untuk mencari air terjun Ngluweng Sampang, kami putuskan untuk tidak mengunjungi tempat pembuatan lurik tradisional milik Haji Rachmad.
[caption id="attachment_389213" align="aligncenter" width="300" caption="Mesin tenun"]
Setelah puas melihat-lihat bangunan kuno di sekitar pabrik, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Wedi kemudian ke daerah Sampang di Gunung Kidul. Kami harus bertanya beberapa kali dan pada umumnya orang-orang yang kami tanyai tidak tahu di mana letak Ngluweng Sampang tersebut. Untung saat kami bertanya di sebuah toko, seorang perempuan yang menjadi penjaga toko di situ berasal dari Sampang dan tentu saja sangat tahu tentang daerah yang kami cari. Berdasarkan petunjuk dan peta yang dibuatkannya, kami pun sampai di Ngluweng Sampang.
[caption id="attachment_389214" align="aligncenter" width="300" caption="Pemandangan menuju Wedi"]
Saat tiba di Ngluweng Sampang, dari atas yang kami lihat hanyalah sungai dengan bebatuan besar. Dari atas tampak tidak menarik. Agak kecewa juga saat sampai di situ. Namun saat kami turun, kami melihat bentuk bebatuannya sangat indah seolah dipahat. Hal ini terjadi karena kikisan air yang melewatinya. Karena musim hujan, air terjunnya pun cukup deras. Air terjunnya tidak tinggi namun mengalir di antara dua buah bebatuan besar sehingga kelihatan sangat indah dan menarik. Sebenarnya yang membuatnya indah adalah bentuk bebatuannya. Kalau pembaca pernah mengunjungi Green Canyon di Ciamis, bentuk bebatuan di Ngluweng Sampang mirip seperti di Green Canyon. Tidak lebih indah tentu saja, namun memiliki pesonanya sendiri.
[caption id="attachment_389215" align="aligncenter" width="300" caption="Ngluweng Sampang dari atas"]
[caption id="attachment_389216" align="aligncenter" width="300" caption="Ngluweng Sampang"]
[caption id="attachment_389217" align="aligncenter" width="300" caption="Air terjun"]
[caption id="attachment_389218" align="aligncenter" width="300" caption="Bentuk batu di Ngluweng Sampang"]
[caption id="attachment_389219" align="aligncenter" width="300" caption="Batu di Ngluweng Sampang"]
[caption id="attachment_389226" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai di Ngluweng Sampang"]
Di Ngluweng Sampang, kami bisa bermain air di kolam karena kolamnya cukup dangkal dan masih bebas sampah (mudah-mudahan akan terus bersih seperti ini). Kesempatan untuk mengabadikan keindahan alam di kawasan ini tentu saja tidak kami sia-siakan. Di tempat itu kami sempat bertemu denganbeberapa pecinta air terjun dari Jakarta. Setelah puas bermain air dan mengabadikan keindahan alam di Ngluweng Sampang, kami pun memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta melalui Bantul.
Di perjalanan kami sempat melihat gunung api purba dari kejauhan. Indah sekali. Pemandangan di sekitar sangat hijau, berbeda sekali dengan saat penulis melewati kawasan gunung purba beberapa tahun yang lalu saat musim kemarau. Saat itu di sekitar kawasan tersebut terlihat kering dan gersang. Ketika kami mendekati kawasan wisata gunung purba, kami memutuskan untuk memasuki kawasan wisata tersebut. Pemandangan yang disuguhkan sangat memesona. Di sana sini bisa kita temui batu-batu besar berserakan di tengah sawah. Kami pun sampai di pintu masuk kawasan gunung api purba, namun karena hari sudah sore, kami memutuskan untuk tidak mendakinya. Kami hanya menikmatinya dari bawah sambil mengabadikannya dengan kamera kami.
[caption id="attachment_389220" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Api Purba"]
[caption id="attachment_389221" align="aligncenter" width="300" caption="Batu besar di sekitar kawasan gunung api purb"]