Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyempatkan Waktu Mengunjungi Desa Akha dan Doi Mae Salong

22 Juli 2016   18:16 Diperbarui: 22 Juli 2016   18:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chiang Rai memang hanya sebuah kota kecil di bagian utara Thailand, namun di sekitar kota ini banyak terdapat berbagai macam tempat yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan. Anda bisa melakukan perjalanan sendiri atau bahkan ikut dalam sebuah tur yang banyak ditawarkan di pusat kota atau di hotel-hotel tempat para wisatawan menginap. Beberapa tempat di Chiang Rai dan sekitarnya sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya. Kali ini saya akan menceritakan perjalanan saya yang lain juga masih di sekitar Chiang Rai.

Perasaan kecewa karena tidak dapat menemukan suku Akha ketika mengunjungi desa Karen membuat kami (kakak, keponakan dan saya) memutuskan untuk pergi sendiri ke daerah di mana suku Akha ini dapat ditemukan. Kebetulan sekali saat mengikuti tur sehari, pemandu kami yang bernama Addie menanyakan apa rencana saya besok. 

Ketika saya utarakan keinginan saya, dia menawarkan diri untuk mengantarkan kami. Dia mengingatkan kalau dia tidak akan menjadi pemandu tetapi mengantarkan kami saja (jadi istilahnya hanya sewa mobil dan supir saja). dan biaya yang diminta hanya THB 800 untuk bertiga. Tentu saja kami menyanggupi tawaran tersebut. Dia juga menjanjikan untuk membawa kami ke sebuah restoran Yunan yang lezat di Doi Mae Salong.

Setelah kembali dari tur sehari, pemandu kami berjanji untuk menjemput keesokan harinya pada jam 9 pagi. Kami pun beristirahat malam itu di hotel. Keesokan harinya tepat jam 9 pagi, dia menjemput kami di hotel. Perjalanan pun dimulai. Tujuan pertama adalah mengunjungi Desa Akha yang letaknya searah dengan jalan menuju Doi Mae Salong. 

Perjalanan menuju ke tempat ini agak lama, sekitar satu jam karena jalannya berkelok-kelok dan supir/pemandu kami tersebut mengendarai mobilnya cukup pelan. Selama perjalanan itu kami melewati beberapa gardu pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan karena mereka mau memeriksa apakah ada penduduk gelap dari Myanmar yang masuk ke Thailand karena letaknya dekat sekali dengan perbatasan. Oleh karena itu, jika Anda ingin bepergian di wilayah Chiang Rai yang berdekatan dengan perbatasan, sebaiknya Anda membawa 'passport' Anda untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Tidak berapa lama kemudian sampailah kami di sebuah rumah terbuat dari bambu. Mobil diparkir di depan rumah itu dan dinding dan samping rumah banyak digantungi barang-barang kerajinan. Rupanya ini adalah pintu masuk menuju desa Akha yang dikenal sebagai 'Lorcha Village'. Nampaknya desa ini merupakan desa komersial. Jika ada pengunjung datang, orang-orang yang tadinya duduk-duduk di situ segera mengenakan pakaian tradisional mereka. 

Setelah membayar THB 50 per orang, kami pun didampingi oleh seorang pemandu lokal. Dia yang akan menemani kami berkeliling desa dan jika beruntung dapat menerangkan berbagai hal tentang suku Akha.

Pemandu kami bernama Sid (ini yang dia katakan), dan rupanya dia tidak bisa berbahasa Inggris. Mengingat Addie hanya bertugas sebagai supir dan bukan pemandu, jadi kami tidak dapat meminta dia untuk menemani kami. Ok ... akhirnya kami putuskan untuk berbahasa Indonesia, Sunda dan Jawa yang tentu saja diikuti dengan gerakan tubuh ... dan ternyata dia mengerti. Sebelum menuju gerbang desa, kami bertemu dengan seorang bapak tua yang kemudian cepat-cepat kembali ke atas. Awalnya kami kira dia harus cepat-cepat pulang, tetapi ternyata dia adalah salah satu orang yang harus memamerkan sesuatu kepada pengunjung.

Sepertinya kami adalah pengunjung pertama pagi itu, jadi masih sepi dan tenang suasananya. Setelah membaca apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengunjungi desa, Sid kemudian membawa kami berjalan naik menuju desa. Dia berhenti dan menunjukkan beberapa perangkap binatang dan cara-cara menggunakannya (rupanya dulunya orang-orang Akha ini hidup dari berburu dan ladang berpindah). Di situ ada perangkap harimau, burung, dan babi. 

Sid dan salah satu perangkap yang sering digunakan
Sid dan salah satu perangkap yang sering digunakan
Setelah menunjukkan beberapa perangkap, Sid kemudian mengajak kami berjalan menuju desa. Pertama-tama kami dibawa ke pandai besi. Oooo, rupanya bapak yang tadi saya lihat di bawah dan cepat-cepat naik ke atas ini adalah pandai besi. Pandai besi rupanya memiliki kedudukan tinggi di desa tersebut. Dia dianggap sebagai orang kedua terhormat di bawah 'shaman'. 

Pak pandai besi ini menunjukkan kepada kami bagaimana dia membuat parang. Sempat terjadi salah paham, ketika kakak saya bertanya apakah dia membuat parang, dia pikir kakak saya ingin mencobanya sehingga dia berikan alat tempanya kepada kakak saya. Lucu sekali kejadian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun