Liburan tahun baru 2017 yang lalu, saya menyempatkan diri untuk berlibur di Jawa Tengah. Bersama seorang kakak, saya berencana untuk mengunjungi Magelang. Tujuan utama kami awalnya adalah ke Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam. Namun, beberapa hari sebelum berangkat, saat sedang jalan pagi, saya berjumpa dengan seorang teman. Saya utarakan rencana saya, dan dia menyarankan saya untuk pergi ke Posong di Temanggung. Menurutnya, Posong jauh lebih indah dari Punthuk Setumbu. Berbekal informasi tersebut, Posong kemudian masuk dalam daftar tujuan kami.
Kami memulai perjalanan ke Yogyakarta terlebih dahulu dan menginap beberapa hari di sana. Ini karena banyak hotel di kawasan Borobudur sudah penuh karena banyaknya wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut. Oleh karena itu kami harus bersabar terlebih dahulu. Kamar di hotel yang kami pilih baru tersedia pada tanggal 3 Januari. Maka kami putuskan untuk pergi ke Magelang mulai tanggal tersebut.
Setelah tiba di desa Tingal Laras, kami mencari mobil yang dapat kami sewa untuk membawa kami ke Posong. Setelah mendapat mobil, kami putuskan untuk ke Posong pada keesokan harinya. Pengemudi menyarankan agar kami berangkat jam 3 pagi. Wow, pagi sekali! Menurutnya, jalan menuju Posong berkelok-kelok dan dia tidak mau terburu-buru karena matahari mulai terbit pada jam 5:15 pagi, jadi kami bisa melihat proses naiknya matahari. Kami pun menyetujuinya.
Keesokan harinya kami berangkat dari desa Tingal Laras di Borobudur pada jam 3 pagi. Jalan masih sangat sepi dan kantuk pun masih terasa. Kami pun meninggalkan Magelang menuju Temanggung. Jalan mulai menanjak dan beliku-liku. Hari itu tidak hujan jadi kami bisa melihat gunung  Sindoro berdiri kokoh di kiri kami dengan lampu-lampu yang menerangi kakinya. Indah sekali. Saat harus berbelok menuju Posong, kami sempat kebablasan sehingga kami harus kembali lagi. Jalan yang kami lalui hanya cukup satu mobil. Setelah membayar tiket masuk, kami meneruskan perjalanan. Di kiri dan kanan kami terdapat tumbuhan kopi. Gunung Sumbing pun semakin nampak dengan jelas dan dekat dengan kerlip-kerlip lampu di kakinya. Benar-benar memesona. Akhirnya tibalah kami di tempat untuk melihat 'sunrise'.Â
Di sana sudah ada beberapa pengunjung yang datang. Kami pun segera mencari 'spot' yang bagus untuk mengabadikan keindahan ini. Di gelap malam tersebut di kejauhan dapat kita lihat gunung Merapi yang hanya nampak puncaknya saja karena tertutup oleh gunung Sumbing, kemudian Merbabu, Andong dan Ungaran. Kamera pun tidak henti-hentinya saya jepretkan untuk mengabadikan keindahan alam ini. Saat saya menengok ke belakang, ternyata gunung Sindoro berdiri dengan kokoh. Gunung itu nampak begitu dekat dan keinginan untuk mendaki gunung tersebut pun mulai menggoda saya. Tentu saja hal tersebut tidak mungkin saya lakukan karena saya memang tidak memiliki persiapan untuk melakukan pendakian pada saat itu.
Semakin tinggi saya naik, semakin indah pemandangannya dan semakin ingin saya mendaki Sindoro yang berdiri kokoh di depan saya. Â Kesal juga rasanya karena hal tersebut tidak bisa saya lakukan. Akhirnya saya hanya bisa mengagumi gunung tersebut dan mengabadikan pemandangan dari punggung Sindoro tersebut. Mungkin lain kali, saya harus ke sana dan khusus mendaki Sindoro dan mungkin Sumbing juga.
gmt26022017
koleksi foto: milik pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H