Keingingan untuk mendaki gunung Merbabu muncul saat liburan akhir tahun lalu saya berkunjung ke Selo. Melihat Merapi dan Merbabu berdiri kokoh di hadapan saya, membuat keinginan untuk mendakinya begitu kuat. Merapi nampak begitu indah di hadapan mata, tetapi saya sadar, untuk mendakinya diperlukan stamina yang sangat baik dan medannya pun lebih susah. Â
Saya menyadari bahwa dengan usia saya yang sudah tidak mudah lagi, akan sangat susah bagi saya untuk mendakinya. Pilihan pun jatuh pada Merbabu. Mengapa Merbabu? Pertama karena saya sudah pernah mendakinya ketika mahasiswa dulu dan di benak saya dan juga menurut informasi yang saya baca, mendaki gunung ini tidak sulit dan cocok bagi pemula.Â
Walaupun saya bukan pemula, namun usia yang semakin merangkak naik juga menjadi salah satu pertimbangan untuk tidak memilih gunung yang medannya sangat sulit dan menantang.
Ketika kembali bekerja, saya bertemu dengan teman yang sering mendaki gunung. Kami berbincang tentang rencana liburan masing-masing pada bulan Maret. Banyak tempat yang kami bicarakan dan saya menyebut Merbabu. Teman saya yang belum pernah ke Merbabu merasa tertarik dan mengajak saya untuk berlibur bersama dan mendaki Merbabu. Bersama dengan seorang teman lain, kami putuskan untuk pergi pada minggu ketiga bulan Maret saat kantor kami libur.Â
Tanggal 23 Maret, kami janjian bertemu di bandara. Pesawat kami dijadwalkan berangkat pada jam 19:40, namun karena keterlambatan pesawat dari Palembang, akhirnya kami baru bisa diberangkatkan pada jam 21:30. Perasaan mengantuk, lelah, dan juga lapar menyerang kami saat menunggu keberangkatan, tapi kami berusaha untuk bersabar. Akhirnya, berangkatlah pesawat yang membawa kami ke Solo.
Tiba di Solo, pakde Nardi yang mengurus porter dan pemandu untuk kami sudah menunggu di bandara. Kami pun segera diantarkan menuju Selo ke Merapi Guest House. Sampai Selo sudah jam 12 malam, pemilik guesthouse sudah tidur. Udara dingin menggigit dan angin pun bertiup cukup kencang. Ada badai, mudah-mudahan besok udaranya cerah sehingga tidak mengalami kesulitan saat mendaki, begitu kata pak Nardi sebelum kami berpisah.Setelah membersihkan badan sekedarnya dan menggosok gigi, kami langsung tidur karena esok harinya Pak Nardi akan menjemput kami pada jam 7:30 pagi.Â
Keesokan harinya, saat membuka jendela kamar, kami disuguhi pemandangan gunung Merapi yang sangat indah. Langit pun cerah. Saat sedang foto sana foto sini, pemandu dan porter kami datang untuk menjemput karena kami harus 'packing' di rumah pak Nardi. Kami pun berjalan menuju rumah Pak Nardi yang ternyata jaraknya sangat dekat dengan tempat kami menginap.Â
Di rumah itu sudah penuh dengan pendaki-pendaki lain yang akan mendaki hari itu. Kami pun mulai membereskan baju dan barang-barang yang diperlukan, terutama makanan. Kami memesan makanan dari tempat Pak Nardi untuk dibawa naik. Setelah semua selesai, pada jam 9:30 kami diantarkan menuju 'base camp'. Jalur yang disarankan adalah jalur Selo lama karena dianggap cukup mudah bagi kami para perempuan tua ini  :)Â
Di tengah perjalanan, teman kami yang memang suka sekali memasak melihat sayur-sayuran yang baru dipetik. Kami pun berhenti untuk membeli sayuran untuk dibawa sehingga kami tidak sekedar makan mie instan tetapi masih ada sayuran ... jadi sedikit lebih sehat lah.
Yang kami pikirkan ... wah turunnya besok pasti penuh perjuangan. Setelah istirahat sebentar sambil menikmati keindahan dari simpang macan, kami meneruskan perjalanan ke pos 2. Di pos 2 kami beristirahat cukup lama karena perut sudah keroncongan. Kami duduk di gazebo dan menyantap nasi bungkus yang kami beli dari tempat Pak Nardi.Â