Bulan Juni lalu dalam rangka ulang tahun kota Bogor, istana Bogor dibuka untuk umum. Sebagai orang Bogor yang lahir dan besar di kota hujan tersebut, dan walaupun saat bersekolah, sekolah penulis tepat berada di seberang istana Bogor, belum pernah sekali pun penulis menginjakkan kaki di istana Bogor. Nah ini merupakan kesempatan yang tidak penulis sia-siakan, apalagi penulis sudah mulai libur sekolah dari awal Juni.
Pagi itu penulis menuju Balaikota dengan mengendarai angkot karena rumah orang tua penulis tidak jauh dari istana. Ternyata di depan SD Regina Pacis lalu lintas sudah sangat padat dan terjadi kemacetan, karena di depan Karesidenan banyak sekali orang yang menyeberang jalan menuju istana. Akhirnya penulis turun di Balaikota. Tempat tersebut sudah penuh dijejali para pengunjung yang akan melihat istana. Maklum ini kesempatan langka dan gratis pula.
Awalnya karena gratis, penulis pikir pengunjung dapat langsung masuk ke istana. Ternyata kita harus mengambil karcis di Balaikota terlebih dahulu. Kemudian semua tas bawaan harus ditinggalkan di sebuah ruangan di Balaikota. Pengunjung boleh membawa kamera namun ada bagian-bagian tertentu di istana yang tidak boleh diambil gambarnya oleh para pengunjung.
Setelah mengantri cukup panjang dan melewati pintu “detector”, akhirnya bisa juga masuk ke kawasan istana Bogor. Setelah berpuluh-puluh tahun hanya bisa melewati dan memandangi istana dari luar saja, akhirnya bisa juga masuk ke istana. Teduh sekali rasanya saat memasuki kawasan istana ini. Pohon-pohon besar yang berdiri kokoh menaungi kami dari sengatan sinar matahari. Rumput hijau yang menghampar luas juga membuat mata ini terasa segar dan sejuk. Sebelum memasuki gedung-gedung putih nan megah tersebut, di halaman terdapat beberapa kandang burung. Burung merak yang ada di situ terlihat sangat anggun dan indah ketika melebarkan ekornya.
Di bangunan istana, para pengunjung diperbolehkan melihat-lihat bagian-bagian tertentu dari istana, tentu saja hanya dari bagian luarnya dan tidak boleh masuk ke ruangan-ruangan yang ada di sana. Kami diperkenankan melihat ruang penerima tamu, tempat tamu-tamu negara menginap, tempat presiden dan keluarganya bersantai dan makan, tempat para kepala negara bertemu dan banyak lagi. Ada sebuah ruang kerja mencakup perpustakaan pribadi yang berisi buku-buku dan foto-foto presiden RI, mulai dari yang pertama hingga yang terakhir. Ada juga ruangan yang dihiasi dengan lukisan para presiden RI. Tidak jauh dari situ juga terdapat sebuah ruangan besar yang pada masa lalu digunakan sebagai ruang dansa. Langit-langitnya cantik sekali.
Bangunan istana ini memang sangat indah. Atapnya begitu menawan, pilar-pilarnya kokoh dan tentu saja pemandangan ke arah taman nan luas dan hijau dari istana ini yang membuat hati terasa sejuk. Taman di istana ini dilengkapi dengan kolam-kolam yang ditumbuhi teratai. Indah sekali. Namun para pengunjung tidak diperkenankan untuk melihat dan mendekati rusa-rusa yang ada di sana.
Karena ramainya pengunjung, agak susah juga bagi para petugas istana untuk mengawasi setiap pengunjung. Banyak pengunjung yang tidak mengindahkan peringatan petugas agar tidak melewati atau mengambil foto di bagian-bagian tertentu istana.
Setelah lelah melihat-lihat istana, penulis pun memutuskan untuk pulang. Kami harus keluar dari istana melewati pintu yang berbeda dari saat kami masuk. Pintu keluar tersebut berada di sebelah gereja Zebaoth. Namun sebelum sampai ke pintu gerbang tersebut ternyata ada sebuah gedung yang sedang dibangun dan bentuknya sangat modern dan bertingkat, yang menurut penulis sama sekali tidak cocok dengan bangunan-bangunan yang ada di kawasan istana tersebut. Benar-benar “disconnected” kesannya . Menurut petugas yang ada di sana, bangunan itu nantinya akan dijadikan perpustakaan. Namun, mengapa harus bangunan modern dengan kaca-kaca? Sayang sekali, sangat mengurangi kesan megah dan anggun yang disuguhkan oleh istana tersebut.
Saat menuju gerbang keluar, di situ terlihat ada seekor rusa sedang makan makanan yang dibawa pengunjung. Wah, sudah menyalahi aturan lagi orang-orang ini. Sebenarnya mereka tidak boleh memberi makan rusa-rusa yang ada di istana, namun hampir di setiap akhir pekan di sepanjang jalan A. Yani di depan istana, banyak sekali orang yang memberi makan rusa dan akibatnya di jalan tersebut selalu terjadi kemacetan karena banyaknya mobil dan motor yang parkir di pinggir jalan. Penulis hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan para pengunjung istana maupun orang-orang yang memberi makan hewan tersebut.
Hari sudah siang dan penulis pun berjalan kembali ke Balaikota untuk mengambil barang-barang yang penulis tinggalkan di sana kemudian kembali pulang ke rumah. Senang juga karena bisa masuk ke istana Bogor.
[caption id="attachment_348459" align="aligncenter" width="300" caption="Kemegahan istana Bogor"][/caption]
[caption id="attachment_348460" align="aligncenter" width="567" caption="Istana terlihat dari jauh"]
[caption id="attachment_348461" align="aligncenter" width="567" caption="Pohon rindang yang menyejukkan"]
[caption id="attachment_348462" align="aligncenter" width="567" caption="Hamparan rumput nan hijau"]
[caption id="attachment_348463" align="aligncenter" width="496" caption="Kolam teratai"]
[caption id="attachment_348464" align="aligncenter" width="496" caption="Kijang yang sangat jinak"]
Sumber foto: pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H