Keterampilan menulis kata banyak orang seperti orang naik sepeda. Makin sering dilatih, makin terampillah kita menaikinya. Itulah sebabnya, saya berusaha untuk tetap menulis mengasah kemampuan itu.Â
Atas kebisaan menulis ini, saya harus berterimakasih kepada Majalah Intisari dan para wartawan senior yang mengajari saya. Beberapa yang saya sebut di sini antara lain adalah Slamet Soeseno.
Duduk tepat di sebelah saya, Pak Slamet, yang selalu berpakaian rapi ini menjadi tempat bertanya. Ia dengan senang hati menjawab banyak keingintahuan saya, soal kiat-kita menulis. "Jika sudah selesai menulis, diamkan  semalam, besok dilihat lagi, pasti ada kekurangannya," nasehatnya suatu ketika.
Dari obrolan itu, saya tahu, ia mengedit tulisan hingga delapan kali sebelum terbit. Tulisan mentah, ia tenteng ke mana-mana untuk diedit sambil menunggu apa saja, periksa dokter gigi, mengantar anak ke stasiun, dsb. Draf tulisannya, saya lihat penuh coretan berjumpalitan dan koreksi di sana-sini. Â Â
Ia tekun mengecek istilah hingga ke sumber asli. Alhasil, tulisannya menjadi sumber referensi bagi banyak orang. Meski pendiam, tulisan-tulisannya dikenal renyah dan kocak. Artikel flora-fauna disampaikan dengan gaya personifikasi yang menghibur. "Skandal Seks Kaum Keledai", adalah salah satu judul tulisannya.
Saya juga tak melupakan mas HK, spesialis tulisan profil. Liputannya mendalam. Ia betah berlama-lama mengorek informasi pada nara sumber. Untuk mewawancarai seorang dalang, ia rela melihat pentas wayang semalam suntuk.
Saat mengedit tulisan, saya kerap melihat tangannya memijit-mijit dahinya. Tanda, ia berpikir keras memilih dan memilah kata yang pas.
Pernah ia mengembalikan tulisan liputan saya soal Desa Tukang Cukur di Garut hingga tiga kali. "Maaf Yan, saya orangnya perfek," katanya. Ia lantas memberikan tips, bagaimana tulisan saya mesti diperbaiki. Menurutnya, tulisan yang bagus, sepanjang apapun, pada akhirnya harus bisa disampaikan dalam satu kalimat.
Dalam hal tulisan lugas, saya mesti berguru pada SL. Kalimatnya kerap agak berpanjang, tetapi seperti bersajak. Ia adalah pembuat tagline Intisari dengan Tajam, Beragam, dan Enak Digenggam. Dan ketika Paus Yohanes Paulus II meninggal, kami, Intisari membuat buku, dan ia memberi judul dari Wadowich ke Worldwide.
Bersamanya, saya kerap liputan bareng berminggu-minggu di lapangan. Kami pernah mengunjungi wilayah paling padat di dunia. Pulau Bungin di NTB. Dalam rangkaian kunjungan itu, kami juga meliput khasiat Susu Kuda Liar yang kemudian menjadi big news. Â