Mohon tunggu...
Cristy Jennifer
Cristy Jennifer Mohon Tunggu... Lainnya - Artist

Hi, my name is Cristy Jennifer. I have a simple nickname, which is Jeje. I want to gain more experience through opportunities in working, contributing, and developing together. Besides, I am a person who loves the art of performance, such as theatre, traditional or modern dance, and so on.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kemanusiaan Jakarta

27 Mei 2017   07:36 Diperbarui: 27 Mei 2017   08:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jakarta, kita mengenal Jakarta sebagai ibu kota Indonesia. Jakarta juga dikenal dengan tempat yang memiliki fasilitas mewah, tempat-tempat anak muda berkumpul, hingga banyak yang mengenal Jakarta dengan kesibukannya, sampah, kriminal, dan berbagai macam pendapat orang di luar sana. “Hidup di Jakarta itu keras!” itu kalimat yang sering terdengar bila kita menyebutkan kata Jakarta.

Jakarta tempat kemanusiaan yang sulit ditebak. Ada yang beranggapan Jakarta itu kehidupannya keras, ada juga yang beranggapan Jakarta itu tempat paling asyik, tempat di mana semuanya dapat terjadi, tempat dimana semuanya berkumpul dalam satu ruang lingkup Jakarta sering menampilkan kehidupan mewah namun ada juga perkampungan kumuh di sana. Mulai dari gedung-gedung menjulang hingga gubuk reyot dari kayu lapuk, mulai dari kotak roda dua yang didorong-dorong hingga roda empat yang kokoh dan mengkilat. Kehidupan sosialnya sepertinya begitu minim. entah itu kekerasan, penindasan, dan berbagai aspek yang kita lihat di ibukota, dan itu lebih menjurus kepada orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa. Bisa dikatakan mereka yang merantau, akan susah hidup di Jakarta. Hukum di Jakarta seperti tidak terdengar sama sekali. Masih banyak orang yang melanggar hukum di jalanan  Jakarta dan hanya sedikit kasus yang tertangani. 

Kerasnya kehidupan di Jakarta membuat seseorang lebih individualis, namun bagi mereka yang tinggal di kampung-kampung kumuh atau di pinggiran Jakarta masih ada waktu bagi mereka untuk berinteraksi satu-sama lain di lingkungannya. Lain halnya dengan mereka yang tinggal di rumah rumah mewah yang berada di titik pusat ibukota, tidak semua namun banyak yang hanya akan mengabaikan, walaupun itu tentangga sendiri mereka pun tak mengenal. Jakarta tempat setumpuk orang berbondong-bondong mengadu nasib di jalanan ibukota. Banyak masyarakat luar kota pergi ke jakarta dan tidak mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan seperti yang mereka harapkan saat hijrah Jakarta, dan ujung-ujungnya mereka hanya menjadi pengangguran dan sampah masyarakat yang berada di kota Jakarta. Mereka seperti ini dikarenakan tidak mempunyai kemampuan dan cara kerja yang baik yang dibutuhkan perkantoran di daerah ibu kota karena mereka hanya bermodalkan nekat untuk hijrah ke kota Jakarta.

Jakarta mandiri, dinamis, apatis. Jakarta keras, hidup di Jakarta harus punya mental kuat untuk menanggung segala nasib yang datang

Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:

(1) “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya”.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun