Mohon tunggu...
Griya Puspita
Griya Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying Mengancam Mental Para Korbannya

14 November 2022   22:23 Diperbarui: 16 November 2022   19:13 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Griya Puspita 

(Mahasiswa Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung)

Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H 

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung)



Seperti yang pada umumnya kita ketahui bullying merupakan sebuah tindakan penindasan dapat secara fisik, verbal, maupun secara mental. Pelaku bullying tidak segan memberikan sesuatu yang negatif kepada korbannya, seperti mengejek, menjelekkan dan membuat jengkel. Bullying ini biasanya terjadi pada remaja lebih tepatnya ketika sedang berada di sekolah. Tindakan bullying ini tentu memberikan efek trauma bagi para korbannya. Tindakan bullying masuk kedalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dalam KUHP.


Bullying fisik merupakan penindasan secara fisik dapat berupa menendang, melempar, atau hal lainnya yang berhubungan dengan fisik. Bullying verbal, penindasan yang berupa ucapan yang tentu saja didengar oleh korbannya. Dan bullying mental atau psikologis berupa bullying yang langsung menyerang mental para korbannya, bullying ini tidak terlihat namun sangat berbahaya bagi para korbannya. Bullying termasuk bentuk kekerasan yang dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat menimbulkan akibat berupa kesengsaraan, kesedihan, dan penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran. 


Pada tahun 2008 Yayasan Semai Jiwa Amini melakukan survei terhadap 1.500 pelajar SMP dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabay Dari survei tersebut dihasilkan bahwa 67% responden memberi pernyataan bahwa kasus bullying pernah terjadi di sekolah mereka. Hampir semua responden tidak memberikan laporan tentang kasus bullying tersebut. Berdasarkan data yang masuk ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per november menunjukkan hal yang sama. Paling tidak terjadi 98 kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan psikis. Ternyata bukan hanya teman yang dapat berperan sebagai pelaku bullying, bahkan bullying dapat dilakukan oleh guru. Berdasarkan data dari KPAI yang berlangsung dari januari hingga april 2008 terdata 95 kasus rentang umur 0-18 tahun terdapat 39,6% kasus penganiayaan yang dilakukan oleh guru.


Bullying tentu memiiki dampak buruk bagi para korbannya bahkan dapat mengakibatkan trauma yang sulit disembuhkan. Berikut dampak yang dapat terjadi bagi para korban bullying diantaranya:

  • Gangguan mental dapat berupa sensitifnya emosi , cemas, depresi, stres, kurangnya tidur, rasa ingin menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri.
  • Dapat menyebabkan si korban untuk menggunakan obat obat terlarang, karena obat obatan terlarang dianggap dapat menengkan diri maupun pikiran si korban.
  • Menarik diri dari lingkungan sosial dan membatasi interaksi karena merasa tidak aman dan nyaman.
  • Menjadi perundung atau sikap untuk melakukan balas dendam. Karena si korban ingin orang lain mengerti dan merasakan apa yang sudah ia rasakan.

Metode untuk mencegah bullying:

  • Memperbaiki cara mendidik dan cara memperlakukan siswa.
  • Bangun komunikasi yang baik dengan orang tua, ini bertujuan agar kita dapat menerima nasihat-nasihat yang diberikan oleh orang tua.
  • Pemberian pemahaman yang tepat mengenai bullying.
  • Deklaratif kampanye anti bullying yang melibatkan pihak sekolah, siswa, karyawan, dan juga orang tua.
  • Penyediaan bullying center sebagai tempat pengaduan yang bersifat rahasia yang berarti identitas sang pelapor akan dirahasiakan. Hal ini dilakukan agar sang pelapor dapat merasa aman dan menceritakan dengan sebenar benarnya apa yang terjadi.

Bullying merupakan suatu perilaku yang harus dihindari karena merupaka perilaku yang menyimpang dari norma yang ada. Bullying juga tidak sesuai dengan nilai Pancasila sila ke 3 karena jika terjadinya perilaku bullying berarti si pelaku tidak menerapkan nilai itu pada kehidupan sehari harinya. Sebagai warga negara yang cerdas kita dapat menjadikan nilai Pancasila sebagai patokan atau pedoman untuk hidup berbangsa dan bernegara. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun