Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paradoks Keagungan dalam Buddhisme

27 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 27 Juni 2023   06:15 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paradoks Keagungan dalam Buddhisme (gambar: haikudeck.com, diolah pribadi)

Paradox of Greatness dalam Buddhisme adalah konsep menarik yang telah diperdebatkan oleh para sarjana dan praktisi selama berabad-abad. Pada intinya, paradoks ini menunjukkan bahwa pengejaran akan kebesaran pada dasarnya cacat dan salah arah, karena kebesaran sejati hanya dapat dicapai melalui pelepasan ego dan kemelekatan.

Dalam agama Buddha, konsep keagungan sering dikaitkan dengan pengejaran pencerahan, atau keadaan akhir realisasi spiritual dan pembebasan dari penderitaan. Namun, paradoks kebesaran menunjukkan bahwa keinginan untuk mencapai pencerahan dapat menjadi penghalang untuk mencapai tujuan ini. Ini karena pengejaran akan keagungan yang digerakkan oleh ego sering mengarah pada kemelekatan, kebanggaan, dan rasa memiliki, yang dapat menghalangi jalan menuju realisasi spiritual sejati.

Sebaliknya, paradoks keagungan menunjukkan bahwa pencerahan sejati hanya dapat dicapai melalui pelepasan ego dan kemelekatan. Ini berarti melepaskan keinginan untuk kebesaran pribadi dan merangkul kerendahan hati, kasih sayang, dan ketidakterikatan. Dengan melepaskan pengejaran akan keagungan yang digerakkan oleh ego, seseorang dapat memupuk rasa kedamaian batin, kepuasan, dan keseimbangan batin, yang merupakan ciri sejati dari keagungan spiritual.

Paradoks kebesaran sangat relevan dalam masyarakat saat ini, yang sering menghargai kesuksesan materi, pencapaian, dan individualisme di atas kasih sayang, kerendahan hati, dan altruisme. Dalam konteks ini, pengejaran kehebatan bisa menjadi jebakan yang melanggengkan perasaan tidak mampu, tidak aman, dan cemas, karena individu berusaha untuk mengalahkan satu sama lain dalam mengejar kejayaan pribadi.

Namun, dengan merangkul paradoks keagungan, individu dapat menemukan jalan menuju kedamaian batin, kepuasan, dan pemenuhan spiritual. Ini berarti melepaskan pengejaran kehebatan pribadi yang digerakkan oleh ego dan merangkul pendekatan hidup yang lebih welas asih dan rendah hati. Ini mungkin melibatkan penanaman rasa syukur, melatih perhatian penuh, dan mengembangkan rasa empati dan kasih sayang yang mendalam kepada orang lain.

Kesimpulannya, paradoks keagungan dalam Buddhisme adalah konsep kuat yang menantang kita untuk memikirkan kembali ide-ide kita tentang kesuksesan, pencapaian, dan kehebatan pribadi. Dengan merangkul kerendahan hati, kasih sayang, dan ketidakterikatan, kita dapat menemukan jalan menuju realisasi spiritual sejati dan kedamaian batin. Dalam masyarakat saat ini, di mana mengejar kebesaran pribadi dapat menjadi jebakan yang mengabadikan perasaan tidak mampu dan kecemasan, paradoks kebesaran menawarkan penangkal yang ampuh untuk emosi negatif ini dan jalan menuju kehidupan yang lebih memuaskan dan bermakna.

**

Makassar, 27 Juni 2023
Penulis: Enrigue Justine Sun, Kompasianer Mettasik

Podcaster | Public Speaker | Author | Dharmaduta | Songwriter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun