Duapuluhan tahun yang lalu, ketika Omaku meninggal dunia, seingatku aku tidak terlalu lara, dukaku tipis-tipis saja, mungkin karena aku masih terlalu "bocah".
Belasan tahun yang lalu, ketika Opaku meninggalkan kami semua, kejadian tersebut tidak terlalu mempengaruhi perasaanku, mungkin karena pemahamanku akan dunia ini masih terlalu minim, masih terasa biasa-biasa saja.
Tujuh tahun yang lalu, ketika Papa meninggal, untuk pertama kalinya aku merasakan kehilangan yang amat sangat. Sambil bersimpuh di depan pintu ruang kremasinya tangisku pecah. Dadaku sesak mengantarkan kepergiannya, air mata tak kuasa kubendung, aku begitu sedih menyadari kenyataan aku tak dapat lagi bertemu dengan Beliau yang sangat kusayang. Kurasa hampir semua Anak akan merasa sesedih itu, karena Papa adalah salah satu orang terdekat kita.
Dan hari ini, subuh tadi, seorang Cece (kakak perempuan) Sepupuku menghembuskan nafas terakhirnya, "naik ke surga". Ketika sejenak mengunjungi laman Facebook-nya, melihat foto profilnya, ada rasa haru yang merambat. Walaupun selama ini kami berbeda kota dan hanya lama-lama sekali berkomunikasi melalui WhatsApp namun sekelumit kenangan masa remaja kami membayang dan menghadirkan kesedihan. Teringat dulu, tiga puluhan tahun yang lalu, Cece pernah meminjamiku buku cerita Trio Detektif-nya untuk kubaca. Teringat suaranya yang ramah dan raut wajahnya yang menyenangkan ketika mengobrol dengan Adik Sepupunya ini. Dan kini dia telah pergi jauh dan tak 'kan dapat ditemui lagi...
Merenungi kejadian ini kembali hadir kesadaran bahwa kehidupan kita di dunia ini tidaklah selamanya... bahwa umurku pun kini telah hampir setengah abad, telah menjelang 'siang', dan relatif tidak terlalu lama akan sudah memasuki 'senja'...
Bahwa aku harus lebih serius lagi mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dan mengutamakan yang lebih penting daripada yang lainnya, yang tidak penting tak perlulah dipersoalkan, jangan mengizinkannya sampai menguras waktu dan energi yang berharga, agar kelak ketika tiba saatnya untuk "pergi" maka tiada penyesalan yang tersisa. Rencana ini tidak akan mudah dilaksanakan karena dalam perjalanan kedepannya pasti akan ada saja kondisi-kondisi yang mengusik batin untuk berbelok atau untuk enggan bergerak keluar dari zona nyaman, tapi berbekal pengalaman-pengalaman perpisahan dengan orang-orang terkasih yang telah menggugah kesadaran semoga perjalanan akan menjadi lebih menyenangkan.
Setiap hari kita berpacu dengan waktu, menyempurnakan jiwa yang masih "mentah", dan bagi jiwa-jiwa yang kemudian telah mampu "dewasa" maka "pacuan" adalah terus mengupayakan dan menjaga keseimbangan antara memampukan diri menghasilkan pengisi pundi-pundi agar kebutuhan primer dan sekunder sekeluarga senantiasa terpenuhi dan pengelolaan pola kerja Pikiran yang mempelopori segala Ucapan dan Tindakan penghasil Karma yang menciptakan Keadaan-keadaan yang dialami di hari-hari kemudian.
Jika direnungkan dengan lebih mendalam, ada rasa takut dan cemas saat memikirkan mengenai menghadapi kematian. Tapi pada waktunya nanti hal itu tetap tak terelakkan. Maka yang dapat dilakukan hanyalah jangan terlalu dipikirkan, ha ha ha..., dan berusaha sebaik-baiknya menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan semua makhluk, minimal jangan merugikan, supaya arus batin dipenuhi oleh dominan hal-hal kebajikan, agar di penghujung perjalanan kelak batin terbiasa tenang serta mangkat laksana tertidur pulas dan tanpa beban, untuk melanjutkan pengembaraan ke tempat-tempat yang lebih menyenangkan, sebelum pada akhirnya mencapai sempurnanya keheningan, begitulah perkiraan dan harapan.
Pelajaran hidup bisa diperoleh dari mana saja, dari pengalaman sendiri maupun orang lain, untuk kali ini semoga pengalamanku menginspirasi para pembaca untuk mempersiapkan diri menghadapi tidak-kekalnya dunia.
Salam Semangat Seharian,
Semoga Semua Makhluk Berbahagia