Natal telah tiba, Natal telah tiba. Sejak awal bulan Desember di Papua sudah mulai terlihat euforia umat Kristiani menyambut datangnya hari bahagia ini. Iring-iringan mobil hias mulai wira-wiri dengan membawa maskot Santa Claus. Pernak-pernik Natal, diiringi lagu-lagu rohani memberikan pesan bahagia dan damai.
Di rumah atau di gereja, umat Kristiani mulai sibuk berbenah. Membuat pondok natal di sudut sudut rumah, membuat pohon natal, menata taman, membuat aneka kue untuk para tamu yang akan datang tersebab pada hari 'H' perayaan Natal. Biasanya keluarga, teman, kolega, sanak keluarga dari luar kota yang akan datang.
Hal tersebut bukanlah wajib tapi sudah menjadi budaya dalam menyambut kebahagiaan Natal. Â Kesibukannya seperti lebaran di Jawa. Mungkin Perayaan Natal di Papua yang notabene mayoritas umat Kristiani, tidak sama seperti di luar papua.
Dari hasil ngobrol bareng dengan salah satu Pendeta, pada hakekatnya Natal bukan hanya soal adanya Santa Claus, Pohon Natal, Pondok Natal semata. Untuk merayakan Natal tahunan ini, ada momen yang merupakan perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus.
Terkadang kita malah sibuk mempersiapkan semua suka cita tetapi belum mempersiapkan diri kita yang masih ada rasa benci, takut dan masih belum bisa mengampuni sesama. Inilah kadang tidak disadari. Jadi makna natal seolah-olah hanya perayaan kelahiran Yesus saja, belum memberikan pengaruh perubahan ke arah yang lebih baik dalam diri.
Mereflkesikan tema Natal Nasionl tahun ini "[...] maka pulanglah mereka ke negeri melalui jalan Lain" (Mathius 2:12).
Tema tersebut mengingatkan kita tentang peristiwa perjumpaan tiga orang Majus dengan Bayi Yesus. Membuat mereka menerima sesuatu yang baru. Kalau mereka kembali dan ditangkap lalu di hukum maka sukacita perjumpaan dengan bayi Yesus tidak bisa mereka kabarkan kepada banyak orang. Makanya ketiga orang Majus tersebut memilih jalan lain.
Jadi jalan baru dalam Yesus lebih kepada praktek kasih yang tulus tanpa pamrih. Dan dapat dipraktekkan untuk menciptakan kedamaian.
Masih melanjutkan obrolan santai dengan Pendeta, bahwa Natal merupakan perjumpaan pribadi dengan Yesus yang membuat setiap orang yang percaya dan menerimanya akan menemukan satu jalan selamat. Yakni jalan baru, menjadi manusia baru, dan tidak kembali ke jalan yang lama.
Apa sih refleksi diri yang perlu direnungkan:
Mengasihi Allah, menjaga supaya jangan berbuat dosa (perbuatan salah)
- Hendaknya setiap manusia malu melakukan perbuatan dosa, yang membuat hidupnya tidak tenang, tidak bahagia, penuh kekhawatiran, rasa takut, dan jauh dari kata damai. Kemudian harusnya takut akan akibat perbuatan dosa, takut akan Tuhan itu sendiri dan akibat sosial lainnya.
Mengasihi sesama seperti diri sendiri berarti yang membawa damai dalam kehidupan dengan semua orang.
- Seperti cermin apabila kita mengasihi orang lain, maka kita akan dikasihi kembali oleh orang lain. Sehingga mengasihi orang lain seperti mengasihi Tuhan itu sendiri. Kedamaian akan hadir jika kita mengharapkan orang lain bahagia, dan ikut bersimpati atas derita orang lain.
Kalau rumah bisa didekorasi dengan bersih, rapih, indah dengan perhiasan Natal, maka rumah Roh kudus yaitu hati kita juga harus di bersihkan dari amarah, benci, iri, dan dengki. Hati kita seyogyanya dihiasi dengan kasih kristus.
Momen perayaan natal itu dirayakan di seluruh dunia setiap tahun di bulan Desember, tapi jalan yang Tuhan Yesus mau kita jalani adalah jalan damai sejahtera. Dan sukacitanya bukan hanya di bulan Desember saja tapi setiap saat, setiap hari, setiap bulan.
Berjumpa Yesus secara pribadi dan memulai kehidupan baru bersama Yesus itu butuh komitmen, ketaatan, kesetiaan, dan konsisten. Selama hidup sampai ajal atau sampai Tuhan Yesus datang kembali.
Selamat Natal 2022 semoga membawa berkah kebaikan dan kebahagiaan.