Suatu kali, seorang pembawa acara sedang mewawancarai seorang gadis dengan pakaian tradisional Tibet di tepi danau yang indah.
Danau ini berada di dataran tinggi Tibet, airnya jernih. Karena masyarakat tidak menggunakan danau untuk keperluan sehari-hari, tidak ada yang mencuci pakaian, tidak ada yang mandi, tidak ada yang memancing. Di seberang danau berbaris pegunungan Himalaya.
Pemandangan yang luar biasa bagi orang kebanyakan. Langit seperti menjadi dua, warna air yang memantulkan warna-warni langit, di seberang sana ada warna coklat tua warna tanah, naik warna biru tua, biru dan puncak-puncak pegunungan yang berbaris itu warna putih, salju. Jika sinar matahari menyinarinya, salju memantulkannya kembali, ketika sore warna jingga, kuning, merah, warna keemasan terpancar kemana-mana.
Tidak ada yang tahan tidak mengatakannya, termasuk penyiar ini: "Luar biasa, indah sekali!". Gadis itu hanya menjawab datar: "Kata orang indah". Sang penyiar terkejut dan berseru: "Kata orang indah?. Â Ini benar-benar indah.".
Gadis ini sejak kecil memiliki keindahan ini, sudah menjadi keseharian baginya. Tidak ada sesuatu yang luar biasa, semuanya biasa termasuk keindahan yang ada di situ. Baginya lebih menarik kota besar dengan gedung-gedung tinggi menjulang ke langit.
Bagi orang kota, gedung-gedung tinggi sudah membosankan. Bagi orang kota mungkin akan mengulang kata-kata si gadis tadi: "Kata orang indah".
Pasti ada orang lain yang mengatakan bahwa diri kita cantik, ganteng, entah apalah pujian itu, tetapi diri sendiri tidak merasa puas dengan yang ada. Masih berpikir ada yang lain yang lebih baik, lebih cantik, lebih ganteng, lebih kaya, pokoknya lebih dari kita.
Lupa kalau memiliki lebih, hanya memikirkan orang lain lebih dari diri sendiri. Lupa kalau ada yang lain yang kurang. Merasa puas dengan yang dimiliki adalah sebuah keindahan yang luar biasa. Dengan keindahan ini mempermudah mencapai yang lebih baik lagi.
**
Jakarta, 24 Desember 2022
Penulis: Jayanto Chua