Kunikmati hidup ini dalam rajutan sepi
Walaupun kutahu itu tak mungkin bertepi
Keputusanasaan meronai, terbias dalam batin ini
Membuat daya pikirku mati
Apalagi yang dapat kuharap dari kefanaan duniawi
Semuanya bersemi dalam keletihan hati
Kucoba berlari menghindari kenyataan ini
Namun ternyata semua itu tak dapat kuingkari
Kucoba untuk menyadari ...
Karma terbentuk dari perbuatanku sendiri,
Dia bertindak pasti tanpa basa-basi
Tiada dapat ditawar-tawar lagi, ataupun diajak kompromi
Aku terpaku diam dalam ilusi
Membuat rajutan-rajutan sepi yang mati
Helai demi helai kehampaan melibas diri
Hidupku terombang-ambing dalam misteri mimpi tak pasti
Suka dan dukka bergandengan saling melengkapi dan selalu silih berganti
Anicca merupakan hukum alam mendominasi hidup ini dengan penuh percaya diri
Sementara angin surga menidurkanku dalam mimpi berilusi
Terdekap dalam dinginnya malam kelam nan sepi
Kuayunkan langkah dijalan yang penuh onak dan duri
Penuh dengan lambirin yang membinggungkan, penuh dengan teka-teki
Berbekal Buddha Dhamma kumelangkah secara pasti
Sila, Samadhi, Panna harus selalu kusadari, agar aku tidak terjatuh lagi dan lagi
**
Jakarta, 10 November 2022
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik
Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H