Kita berniat, berucap, dan bertindak itu jauh lebih kerap secara tidak sadar. Artinya  hanya memperturutkan kebiasaan dan pola-pola otomatis pikiran belaka.
Setiap bangun pagi, kita otomatis melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sama yang sudah biasa kita lakukan setiap hari bertahun-tahun sambil memikirkan hal-hal yang mungkin ya, itu-itu juga. Dan selanjutnya siang, sore, dan malam hari, tubuh kita menuntut kita melakukan yang sudah biasa sambil pikiran kita memikirkan hal-hal yang sama pula. Kita pun bereaksi serupa terhadap situasi-situasi di luar, orang-orang lain, dan dunia ini. Hidup yang otomatis. Terprogram sebagai "personality". Tidak sadar.
Ironisnya, kendati niat dan pikiran itu-itu juga dan melakukan hal yang sama setiap hari, kita masih berharap nasib kita akan berubah dan kehidupan akhirnya menjadi menyenangkan dengan sendirinya. Atau berharap ada kejutan yang membahagiakan. Berkhayal seorang yang diidamkan dan rupawan mendadak takluk dan menyusup ke dalam pelukan. Â ... Berharap tiba-tiba cahaya datang menerangi jalan gelap dan buntu. Berharap ada yang jatuh nomplok dari langit. ...
Nyatanya, yang ada cuma tahi tokek nomplok dari langit-langit. ....
Demikianlah, kita sebenarnya mahluk terprogram. Terdikte oleh kebiasaan-kebiasaan yang sudah melekat, termasuk pola-pola pikir, dan terutama itu. Pikiran tidak sadar itu mirip program atau software di dalam diri: pola-pola yang terbentuk dari seluruh pengalaman, persepsi, pengetahuan, dan kebiasaan- kebiasaan rutin yang sudah tidak bisa tidak.
Konon, pikiran sadar kita itu hanya 10 persen dari kapasitas pikiran yang menggerakkan hidup kita. Itulah pikiran bening hening ketika kita diam dan berhenti mengandalkan putaran roda mesin pikiran. Keadaan meditatif yang kusebut default 0:0.
Ketika kita akhirnya bisa diam, dan pikiran tidak lagi sibuk mengolah cerita-cerita, kita sebenarnya bisa mulai mencipta. Menciptakan masa depan, mengadakan perubahan, dan sesuai dengan kapasitas kita, mungkin mulai mengundang apapun yang kita hasratkan.
Dalam kondisi terprogram, tidak sadar, kita sering berniat, berucap, dan bertindak berdasarkan skenario pikiran yang masternya adalah Mr. of  Ms.E (ego), sosok yang diciptakan oleh pikiran dan kita kira adalah diri kita yang sejati!
Mr/Ms E ini senang dan bahkan terobsesi untuk mengangkat diri sebagai sutradara besar  dengan menjadikan orang-orang lain sebagai pemeran pembantu. ... Dan tentu saja selain dirinya adalah sang sutradara, dia adalah juga pemeran utama, bintang dalam kisah heroik yang disutradarainya.
Maka kita mendengar ada jenderal yang menghabisi ajudannya dan berharap beratus juta manusia Indonesia percaya pada skenario tidak-masuk-akalnya.  Ada Pejabat Tak Becus Kerja yang Gagal Bolak-balik ingin jadi presiden di Republik Ribet Raya, ada  provokator-provokator piktor dan  UUD yang merasa pahlawan, dan berharap dipuja-puji sebagai justice warrior, dlsb, dll. dst. ....