Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemelekatan Sudah Ada sebelum Zaman Kuda Gigit Besi

19 Oktober 2022   05:30 Diperbarui: 19 Oktober 2022   05:30 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti halnya ketika seseorang sedang jatuh Cinta, yang melekat pada pujaan hatinya, siang malam terasa menyiksa. Siang Terkenang, malam terbayang-bayang. Bagaikan pantun cinta pertama: Darimana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali. Darimana datangnya cinta, dari mata turun ke hati.

Manusia terdiri dari Nama (batin) dan rupa (jasmani). Kedua kesatuan hidup yang dipelihara, dirawat, dijaga, dan diperhatikan. Dengan namarupa seseorang disebut juga memiliki Salayatana. Atau enam landasan Indera, yakni Panca Indera: Penglihatan, Pendengaran, Penciuman, Pengecapan, Sentuhan, plus Pikiran.

Salayatana inilah yang menimbulkan sensasi, perasaan, kesan- kesan, imajinasi. Lalu timbullah kenikmatan (atau ketidaknikmatan), perasaan enak tidak enak, atau netral sama sekali. Tidak lupa pula kehadiran dari penilaian, yakni baik dan buruk, benar dan salah, dan seterusnya.

Jika landasan indera dapat berfungsi dengan baik, maka seseorang dapat dianggap masih normal. Begitu pula dengan sensasi-sensasi yang timbul daripadanya. Jika masih ada, maka manusia tersebut masih hidup.  

Selanjutnya, penilaian yang muncul pun mengarah kepada sebuah kesimpulan yang lumrah. Hindari yang tidak menyenangkan, lekati yang mengenakkan.

Nah, dalam Buddhisme, sikap seperti ini bukanlah sebuah kesalahan. Ia hanya memiliki pemahamannya tersendiri. Disebut dengan Kemelekatan. Berasal dari rasa sayang, kemudian timbullah cinta. Lambat laun menjadi rasa memiliki. Ini aku, ini milikku. Sehingga jika bukanlah menjadi punyaku, maka penderitaan pun muncul.

Hakikatnya Kemelekatan itu telah ada sejak zaman dahulu kala, jauh sebelum zaman Kuda gigit besi. Salah satu yang paling legendaris disebut dengan kemelekatan kepada 3 TA (HarTA, TahTA, WaniTA). Dan jika masih terasa kurang, ada lagi 4 TA, yakni kuoTA.

Kemelekatan dalam bahasa Pali disebut dengan Samyojana. Alias belenggu, rantai, ikatan batin yang mengikat makhluk hidup di alam Samsara. Samsara sendiri janganlah dianggap sebagai hal buruk, meskipun memiliki nilai linguistik yang sama dengan kata Sengsara.

Dalam filsafat Buddhisme, Samsara adalah lingkungan kehidupan yang memiliki Dukkha. Lalu apakah Dukkha itu? Dalam pemahamannnya, Dukkha berasal dari Tanha alias keinginan yang tiada habisnya. Yang kemudian akan menimbulkan penderitaan jika tidak terpenuhi.

Lawan dari Samsara adalah Nibbana. Atau sebuah kondisi pencapaian kebebasan mutlak. Bebas dari apa? Dari kekotoran-kekotoran batin. Disebut sebagai dosa (kebencian), lobha (keserakahan), beserta Moha (kebodohan batin) yang berasal dari keinginan-keinginan tanpa henti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun