Bukan kali ini aku melihat sepasang matamu yang telaga
meniriskan riak bening yang telah kumafhumi maknanya
Sejak tiga dekade napasmu yang tersengal patah
membuatku yakin, kau hanyalah seonggok nyawa rapuh
yang pasti sebentar akan menirus dari pandanganku
Lara-lara itu membekapmu seperti partitur sunyi
menjadikan senandung jadi bisu
yang merambat lambat dalam birama kematian
Kita, kau dan aku
hanyalah menekin yang lahir dari rahim nova
lalu hilang dalam entropi yang tak terjamah nalar
Entropi ini sedang menjamahmu
ia menjelma gergasi yang menculikmu dari kefanaan
seperti Yakkha Alavaka yang bengis
yang lebih bara dari amarah selaksa Mara
Ini memang fana yang buai kita dalam deru
seperti roda samsara yang tak pernah berhenti berputar
Kita, kau dan aku
tinggal menghitung masa yang tak berkesudahan
dalam keletihan yang luar biasa
**
Kupang, 16 Oktober 2022
Penulis: Effendy Wongso, Kompasianer Mettasik
Wartawan | Pencinta Sastra | Ingin Menjadi Insan yang Lebih Baik dalam Buddha Dhamma