Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna di Balik Lambang-Lambang dalam Agama Buddha

13 Oktober 2022   06:06 Diperbarui: 13 Oktober 2022   06:10 5420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makna di Balik Lambang-Lambang dalam Agama Buddha (gambar: freepnglogo.com, diolah pribadi)

Seperti halnya di dalam agama-agama lain, agama Buddha juga memiliki lambang-lambang atau simbol-simbol keagamaan, yang diyakini memiliki makna mendalam berkaitan dengan Buddha dan ajaran-Nya (Dhamma).

Lambang atau simbol agama Buddha umumnya tidaklah untuk dikeramatkan, apalagi dikultuskan. Lambang-lambang atau simbol-simbol agama Buddha lebih berfungsi sebagai pengingat umat Buddha akan Buddha dan Dhamma.

1. Buddha Rupang

gambar: sammaditthi.org, diolah pribadi
gambar: sammaditthi.org, diolah pribadi

Buddha rupang adalah patung atau arca Buddha. Terdapat berbagai kesalahpahaman atas praktik yang dilakukan oleh umat Buddha terhadap Buddha rupang. Umat Buddha melakukan namaskara atau sujud atau penghormatan yang diarahkan kepada Buddha rupang bukanlah ditujukan kepada fisik dari patung atau arca Buddha, melainkan kepada Buddha yang telah merealisasi nibbana (parinibbana).

Demikian pula, persembahan dalam berbagai bentuk di altar Buddha bukanlah sebagai sajian kepada Buddha rupang atau kepada Buddha yang telah parinibbana. Buddha tidak membutuhkan berbagai persembahan atau sajian apa pun. Berbagai persembahan tersebut memiliki makna tersendiri sebagai pengingat ajaran Buddha (Dhamma).

Buddha rupang digunakan sebagai lambang atau simbol pengingat akan jasa-jasa Buddha yang telah mengajarkan kebenaran atau ajaran mulia (Dhamma) demi kesejahteraan dan keselamatan berbagai makhluk. Buddha rupang juga melambangkan atau menyimbolkan ketenangan batin karena Buddha telah mencapai penerangan sempurna, telah menjadi suci adanya, dan sempurna dalam praktik ketenangseimbangan atau keseimbangan batin (upekkha).

Patung atau arca Buddha, sebagai pengejawantahan Guru Agung Buddha, juga merupakan objek bagi umat Buddha untuk menfokuskan diri sewaktu mempraktikkan meditasi.

2. Roda Dhamma (Dhammacakka)

gambar: dmc.tv, diolah  pribadi
gambar: dmc.tv, diolah  pribadi

Cakka atau cakra (roda) berjari-jari delapan (roda Dhamma/Dhammacakka) melambangkan kebenaran (Dhamma) ajaran Buddha, yakni "Jalan Mulia Berunsur Delapan". Ini adalah ajaran Buddha sebagai jalan untuk menuju kepada lenyapnya penderitaan (dukkha). Delapan unsur dari "Jalan Mulia" tersebut adalah benar dalam hal pandangan/pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, pencaharian, daya-upaya, perhatian, dan konsentrasi.

Pemutaran roda Dhamma yang pertama kali oleh Buddha berupa khotbah yang Buddha sampaikan kepada lima orang bhikkhu (kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, Assaji) setelah mencapai penerangan sempurna. Khotbah ini dikenal sebagai "Khotbah Pemutaran Roda Dhamma" (Dhammacakkappavattana Sutta) dan diperingati oleh umat Buddha setiap tahunnya sebagai Asalha Puja (hari Asadha).

Roda juga bisa melambangkan atau menyimbolkan kehidupan yang terus berputar. Tidak hanya dalam satu kehidupan, kondisi dan situasi yang dihadapi bisa naik dan turun (berputar), juga dalam berbagai kehidupan, para makhluk berputar-putar dalam arus samsara (kehidupan yang terus berulang).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun