Pembelajaran dari pengalaman dan pengamatan selama aktif di organisasi Buddhis menghasilkan kesimpulan tentang model 4P dalam organisasi, Product, Profit, People, Process. Setiap P saling terkait, tingkat kepentingannya sama, dan berlaku di organisasi laba dan nirlaba. Model 4P adalah pedoman bagi organisasi Buddhis bila mereka ingin berhasil mencapai tujuan,
P pertama adalah Profit, artinya bukan keuntungan tetapi surplus---selisih antara pemasukan dengan pengeluaran. Meskipun organisasi Buddhis tidak mencari keuntungan, selisih ini penting untuk menjamin keberlangsungan organisasi dalam melaksanakan fungsinya.Â
Surplus tidak dibagikan kepada para pengurus melainkan dikembalikan ke umat dalam bentuk pembiayaan program dan pelayanan, serta kebutuhan sehari-hari. Wihara perlu perawatan, membayar pegawai, merawat mobil, melunasi tagihan air, listrik, PBB, dan lain sebagainya.Â
Pemasukan adalah bahan bakar organisasi yang menjamin roda organisasi terus berputar. Sama seperti orang kaya yang mampu menikmati dan memanfaatkan kekayaan dengan baik (nayasutta AN 4.62)[i], organisasi kaya---punya aset dan arus kas yang sehat---punya kemampuan memberikan dampak yang besar kepada masyarakat luas.Â
Profit didapat dari Product. Barang dan jasa/pelayanan yang dibutuhkan pelanggan adalah produk yang paling menjual. Sebuah tas seharga 25 juta tetap dibeli, tiket pesawat kelas bisnis habis dipesan. Apa pun yang dibutuhkan pasti laris. Organisasi Buddhis akan mendapatkan banyak sokongan bila mampu memenuhi kebutuhan umat.Â
Hadirkan product yang organisasi Anda mampu sediakan secara berkualitas dan memuaskan. Ingat, bukan yang organisasi Anda butuhkan, tetapi yang umat Buddha butuhkan! Â Gunakan pola pikir bahwa umat adalah pelanggan, bukan donatur. Penuhi kebutuhan mereka. Lakukan pelayanan seperti seorang perawat yang sangat paham akan kondisi pasiennya dan ingin agar dia mendapatkan yang terbaik (Pahamaupahakasutta/AN 5.123).
Profit bersumber dari product. Apakah product tiba-tiba ada? Tidak bukan? Inilah sebabnya People dibutuhkan. Tanpa people, organisasi hanya konsep. Organisasi jalan di tempat. Secara sederhana, People adalah para pelaku yang menghadirkan product untuk pelanggan.Â
Kualitas mereka ditentukan oleh bagaimana mereka diperlakukan oleh organisasi. Di organisasi Buddhis, mereka kebanyakan adalah sukarelawan. Cara merawat mereka beda dengan People di organisasi laba. Sukarelawan adalah orang-orang yang bersedia untuk mengabdi karena mereka 'suka' dan 'rela'. Di organisasi laba, uang dan jabatan seringkali adalah motif utama. Di wihara dan organisasi Buddhis, motifnya bukan materi tetapi pengembangan batin.Â
Jaga mereka dengan menciptakan kondisi 'suka' dan 'rela'. Â Ingat saja kalimat sakti ini: "orang pergi ke tempat dia dihargai". Â Perlakukan mereka sesuai dengan kebutuhan mereka seperti yang dilakukan oleh Hatthaka dari av yang mendapatkan pujian dari Buddha (Dutiyahatthakasutta/AN 8.24).
Meskipun sukarelawan, tidak berarti mereka boleh suka-suka meskipun rela karena umat tetap membutuhkan pelayanan terbaik. Salah satu strategi kunci agar mereka menghadirkan produk dan jasa yang berkualitas untuk umat adalah penerapan etos kerja sebagai budaya organisasi.Â