Tapi kan katanya sangha adalah "ladang menanam jasa yang tiada taranya".
Inilah yang saya sebut paradox keikhlasan.
Bagaimana mengajak orang berbuat ikhlas tanpa memberikan harapan? Tanpa menjanjikan kebaikan? Tanpa memaparkan pahala?
Baru saja saya berusaha mengajak anda berdana dengan "benar" menggunakan iming-iming "melepaskan kemelekatan agar penderitaan berkurang".
Untuk itu saya minta maaf sudah mencemarkan keikhlasan anda... :)
Jadi bagaimana ini ?
Dalam hal mengajak. Saya belum menemukan jalan yang lebih baik selain dengan teladan dan keyakinan. Karena keikhlasan tidak bisa dibuktikan. Menuntut pembuktian itu sendiri rawan ke-tidak-ikhlas-an. Karena ketika berpikir paradigmanya jadi antisipasi. Kerangka berdebatnya jadi untung rugi. Bergeser dari hati ke otak, dari perasaan ke logika duniawi.
Gembel ini benar beli makanan apa tidak ya kalau saya kasih uang jangan-jangan buat rokok? Buat apa berdana jubah lagi, di gudang vihara sudah penuh sampai ada yang lapuk. Daripada menolong nyawa anjing yg terlantar di jalan lebih baik urus orang tua.
Lantas apa kita harus berdana tanpa berpikir?
Jawaban pendeknya, iya. Hindari berpikir, totalkan ke rasa.
Dalam hal berbuat, dengan keyakinan pada dhamma, berdanalah secara spontan. Kalau anda temukan kesempatan memberi/melepas lakukan segera. Jangan direka-reka, jangan khawatir, berhentilah bersiasat.