Berawal dari menjalankan masa pensiun, seringkali muncul perenungan ditengah kesendirian "siapkah aku hadapi usia tua dalam kesendirian?"Â
Banyak mendengarkan, membaca kata bijak yang mengatakan "wajar kita hadapi usia tua, sakit, dan meninggal." Tetapi, kembali lagi kalau aku mau jujur, kadangkala kecemasan muncul tiba-tiba tanpa disadari.
Melihat pengalaman hidup ketiga orang tuaku, Ibuku sendiri, Papa Mama mertuaku. Apa yang mereka jalani di hari tua, membuatku seringkali berpikir akan seperti apakah aku nanti?
Ibuku
Ibuku sangat beruntung kerena adik bungsuku bisa menemani Beliau sampai belasan tahun. Orangtuaku hidup sendiri walaupun dengan bantuan seorang perawat. Tapi, ia tetap butuh pengawasan dari anak-anaknya.
Mereka butuh pengawasan makanan, olahraga, menemani ngobrol, dan menghibur dikala sedih. Hal ini ternyata cukup sulit kalau aku perhatikan di kehidupan nyata.
Banyak orangtua tidak mau tinggal di rumah anak-anaknya, mereka berharap salah satu anaknya bisa tinggal dengan mereka. Demikian pula dengan ibuku. Ia sangat tidak mau tinggal dengan anaknya karena memiliki alasan tersendiri.
Semua anaknya sibuk, melakukan rutinitas mulai dari pagi hingga sore bahkan kadang sampai malam. Kemudian kembali ke rumah dengan sisa tenaga yang masih tertinggal. Lalu makan malam, istirahat, dan tidur.
Hal ini yang membuat Ibuku tidak mau tinggal dengan kami anak-anaknya dan kami pun banyak pertimbangan kalau harus kembali ke rumah orang tua.
Tibalah saatnya saat adik bungsuku harus hidup sendiri dengan keluarganya, inilah momen yang sangat menyedihkan melihat betapa sedih Ibuku ditinggalkan anak bungsunya yang selama ini dengan setia menemani.
Begitu juga adik bungsuku, ia menderita karena dilema. Di satu sisi dia harus menemani keluarga dengan istri dan dua anak yang sudah menginjak remaja. Di sisi lain dia harus merelakan Ibuku yang hidup sendiri hanya ditemani oleh seorang perawat.Â