Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arti Kebaikan Sejati, Kisah Seorang Ibu Sepuh dan ODGJ

31 Juli 2022   06:30 Diperbarui: 31 Juli 2022   06:40 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arti Kebaikan Sejati, Kisah Seorang Ibu Sepuh dan Sesosok ODGJ (gambar: wallpaperflare.com, diolah pribadi)

Sinar matahari telah memasuki titik kulminasi,  ketika aku membagikan beberapa  bungkus nasi terakhir kepada mereka yang berhak. Kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari Uposatha.

Seorang Ibu yang telah sepuh mengambil dua bungkusan terakhir dengan malu-malu, aku mengangguk sambil tersenyum, meyakinkan dia bahwa itu tak apa.

Selesai sudah pikirku. Dan dengan langkah ringan aku meninggalkan lokasi menuju mobil untuk pulang, ketika tiba-tiba mataku menangkap sesosok manusia setengah telanjang di dasar parit kering, kotor dan kumal.  Sekilas mudah dikenali bahwa dia adalah 'orang dengan gangguan jiwa'. Dan Ibu sepuh tadi  menaruh sebungkus nasi di dekatnya.

Aku tertegun, siapakah dia bahkan ditengah kemiskinan, pada saat lapar melanda, masih memilih untuk berbagi? Padahal nasi  itu bisa disimpan untuk makan sore nanti.

"Punten Bu,(permisi), apakah Ibu mengenal dia?" tanyaku sesopan mungkin.

Ibu sepuh menggeleng, lalu dengan sikap yang amat sopan berkata, "Selama ini Ibu telah mengajari saya dengan tindakan nyata bahwa sebagai sesama mahluk Tuhan, sewajarnya kita saling berbagi. Maaf, sepertinya hari ini Ibu tidak seperti biasanya, mungkin Ibu sedang kurang sehat atau mungkin ada yang tengah dipikirkan? Semoga masalah Ibu cepat terselesaikan ya, Bu."

Dia membungkukkan badan penuh hormat  kemudian berlalu.

Kalimat ini terus terngiang di telingaku, untuk beberapa saat aku  terkesima, di  dunia modern ini,  di tengah kerasnya kehidupan, dimana manusia cenderung egosentris, masih ada  batin yang begitu polos tanpa kecurigaan menanggapi kebaikan dengan ketulusan, hati yang begitu murni mampu menggerakan  bukan hanya  untuk berbagi  tetapi juga mengingatkan sesama  dan  terlebih lagi dia mendoakan ku. 

Bagiku ini jauh lebih indah dibanding rangkaian kalimat milik seorang pujangga yang tengah jatuh cinta atau rangkaian bunga yang dikalungkan di leher manusia terhormat sekalipun.

'Orang dengan gangguan jiwa' seringkali terabaikan, seringkali tak terpikirkan untuk menerima kebaikan  kita. Hari ini, Ibu sepuh, 'manusia yang berhati  dewa' itu telah mengingatkan ku  suatu hal yang perlu mulai aku lakukan. Terimakasih Bu, untuk teladan kebaikan hati ini, semoga Ibu selalu  berbahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun