Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Batu Menghadang di Jalan, Ia Membesar Tanpa Sebab

9 Juni 2022   05:57 Diperbarui: 9 Juni 2022   06:01 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada Batu Menghadang di Jalan, Ia Membesar Tanpa Sebab (gambar: cnet.com, diolah pribadi)

Kehidupan ini seperti ibaratnya Jalan Raya. Ketika kita sedang berada situasi sulit maka ibaratnya sebagai jalanan yang berlika-liku atau berlubang, tetapi ketika hidup ini kita jalani tanpa adanya kesulitan maka jalanan itu tidak membutuhkan adanya perbaikan jalan, kita juga tidak akan mengenal jalanan yang berlika-liku atau jalanan yang berlubang. Tapi ingat satu hal dalam hidup ini tidak ada yang tanpa perbaikan jalan.

Hidup ini kadang ketika kita sedang di hampiri kesusahan, maka datanglah stress. Mari coba kita gambarkan stress ini ibaratkan bongkahan batu besar. Dimana bongkahan batu besar ini ketika mau mengangkatnya maka kita akan membutuhkan bantuan yang banyak. 

Seperti itulah stress, ketika kita stress maka kita membutuhkan bantuan dari orang lain, kita membutuhkan support dari orang lain motivasi dari orang lain agar stress ini atau bongkahan batu besar ini bisa diangkat atau dipecahkan.

Ada ajaran singkat nan padat yang saya dengar dari seorang Bhikkhu Sangha terkait rantai dari penderitaan.

Berikut ini kata beliau di awal seraya mengutip ayat suci Dhammapada,

Ye rgarattnupatanti sota,
saya kata makkatako va jla.
Eta pi chetvna vajanti dhr,
anapekkino sabbadukkha pahya. 

Those in love with lust fall back into the whirling stream (of the samsara) like a spider onto its web. This too was cut off by the wise men. Without any longing, they give up all suffering and renounce the world.  (The Buddha's Path Of Wisdom, Niraya Vagga XXII : 347)

Tujuan akhir agama Buddha adalah adanya suatu pembebasan dari keberadaan penderitaan. Penolakan terhadap adanya keberadaan penderitaan ini adalah kebahagiaan tertinggi atau nirwana.

In Your Daily Life, jika ada kemarahan, keserakahan, dan delusi muncul, maka hidup ini akan menjadi sengsara. Dengan demikian dapat dikatakan, rantai derita ini ada dalam diri kita pribadi dan kita yang harus melepaskan rantai penderitaan tersebut.

Look at yourself Ketika kenyataan ditolak, keluhan, kemarahan, kebencian, dendam dan penderitaan  muncul. Jika ada perasaan tidak mensyukuri apa yang sudah ada, tidak mensyukuri apa yang sudah dicapai, terlalu menginginkan segalanya, maka orang tersebut akan tidak dilanda kebahagiaan. 

Apalagi jika pikiran-pikiran tersebut dipenuhi dengan rasa takut, cemas, gugup bahkan emosi negatif, hidup kita akan jauh dari kata bahagia. Semua ini adalah akibat dari timbulnya rasa kebencian, keserakahan dan tipu daya seperti rantai yang membuat kita menderita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun