Kehidupan dapat diibaratkan sebagai suatu rangkaian sinambung yang setiap ujungnya saling tersambung melalui kutub-kutub berbeda, seperti kutub magnet yang akan melekat dan tersambung hanya ketika saling berbeda satu dengan lainnya.
Jika kita mampu melihat dari perspektif ini, kita akan melihat bahwa kehidupan tersambung dan berdampingan dengan kematian sebagai lawan kutubnya, perolehan berdampingan dengan kehilangan, suka dan duka akan selalu seiring.
Betapa dekatnya kita dengan kematian, setiap tarikan napas bisa menjadi hembusan yang terakhir kapan pun dan di mana pun. Kepemilikan kita menjadi sebatas hanya "kepemilikan" (dalam tanda kutip), karena setiap saat segalanya bisa saja lenyap menjadi kehilangan sebagai satu rangkaian sinambungnya.
Betapa dekat kita dengan kematian.
Ketika di sini muncul kehidupan baru, pada saat yang sama di tempat lain telah terjadi kematian. Dan sebaliknya, saat di sini kematian terjadi, di suatu tempat, suatu alam entah di mana, sebuah kehidupan baru telah muncul.
Betapa getasnya kehidupan, fana dan tanpa kuasa untuk mengendalikannya. Menyadari sifatnya yang rapuh ini, yang hanya setarikan napas saja panjanngya, kita menjadi paham betapa bodohnya melekat dan berpandangan picik bahwa hidup ini adalah AKU, MILIKKU, KUASAKU. Dan jika mampu tiba pada titik kesadaran ini, kita akan memiliki sikap yang lebih netral dan ringan dalam menghadapi kehidupan.
Apa pun itu.
**
Denpasar, 22 Mei 2022
Penulis: Chuang Bali untuk Grup Penulis Mettasik