Hujan menguyur kota Jakarta disertai angin kencang. Hari ini hari Minggu. Adi duduk termenung di teras rumahnya sambil berharap hujan akan berhenti.
Terdengar bunyi suara tuk tuk tuk dari ember untuk menampung air hujan dari atap rumah yang bocor di ruang tamu. Andai hujan belum reda, air bisa mampir masuk ke dalam rumah Adi. Adi tinggal bersama neneknya. Kedua orang tuanya telah tiada.
Hari-hari Adi begitu melelahkan.
Pagi hari harus membantu nenek membuat kue kemudian membawanya ke pasar untuk dititip ke tukang kue. Setelah itu Adi harus berangkat ke Kampus. Pulang kuliah harus memberikan les privat ke beberapa anak SMP dan SMA hingga larut malam.
Sebelum tidur, Adi menyempatkan diri membaca apa yang akan diajarkan besok di Kampus. Mencari sekeping uang seribu perak saja tidak mudah untuk Adi. Untung Adi selalu mendapatkan beasiswa di Kampus Negeri. Ia adalah mahasiswa brilian dengan nilai IPK tertinggi.
Kadang ada rasa iri melihat Dodi, teman di Kampusnya. Datang naik mobil sendiri. Mau beli apa-apa tanpa berpikir dua kali.
Rumah Dodi berada di kawasan elit, sebuah rumah mewah yang pasti bebas bocor, apalagi banjir.
Sedangkan Adi? Mau beli sesuatu harus berpikir seribu kali. Datang ke kampus pun harus ganti bus beberapa kali.
Pernah suatu hari tiba-tiba hujan lebat, dan kebetulan Adi tidak membawa payung. Baju Adi pun menjadi basah dan akhirnya kering sendiri karena hembusan AC di kelas.
Adi juga ingin mempunyai orang tua seperti Iwan tetangganya. Adi sangat mendambakan kasih sayang seorang ayah dan ibu.