Tanggal 24 Februari 2022, Rusia menyerang Ukraina. Dua negara yang tidak pernah saya kunjungi, bahkan letak Ukraina di mana, saya tidak tau.
Berita perang seperti angin bertiup ke mana saja, mengisi setiap ruang yang kosong. Ketegangan terasa di Ukraina yang menjadi daerah konflik, tapi intensitasnya terasa hingga ke "Republik Twitter."
Setiap saat ada bom meledak di daerah konflik, setiap detik ada cuitan mengenai perang Ukraina.
Cuitan yang berseliweran juga terasa seperti timah panas. Saling menyerang bak peluru yang berdesing. Masing-masing kubu memihak tanpa alasan, tanpa sadar terseret dan terlibat di sana.
Jika ada cuitan membela "kubu saya," maka terasalah kemenangan. Sebaliknya, jika ada cuitan yang membela "kubu lawan," maka jiwa ini terasa panas, timbul amarah.
Begitulah yang terjadi, perang Rusia Ukraina juga terjadi di ponsel saya. Tepatnya pada setiap momen saat membuka Twitter dan membaca berita perang.
Pikiran ini berkecamuk, perasaan menang dan marah datang silih berganti. Bercampur aduk menjadi satu.
Sebelum tidur semalam, saya merenung: Yang terlibat perang berada jauh di sana, apakah saya mengenalnya? Tidak. Apakah alasan mereka berkonflik? Saya tidak tahu.
Tapi mengapa diri ini jadi ikut-ikutan perang. Kenal tidak, teman bukan, tapi kenapa? Apakah saya telah disakiti, sedang disakiti, akan disakiti? Tidak!
Apakah keluarga, teman atau kelompok saya, telah disakiti, sedang disakiti, akan disakiti? Apakah orang atau kelompok yang saya benci, telah, sedang, atau akan mengambil keuntungan dari perang ini? Mungkin juga.