Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mantra Air Sakti, Bikin Suami Lengket Kayak Perangko

12 Februari 2022   04:53 Diperbarui: 12 Februari 2022   10:37 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu ketika ada sepasang suami istri yang baru saja menikah. Mereka saling mencintai. Kendati sering bertengkar hanya karena masalah sepele.

Sang suami adalah tipe sumbu pendek. Ketika pulang kerja dan melihat rumah tidak rapi, meledaklah emosinya. Sang istri tipe tidak mau kalah. Tidak mau disalahkan, letupan amarah sang suami juga dibalas dengan pertengkaran.

Begitu pula saat makanan yang disiapkan oleh sang istri tidak berkenan. Sang suami mengeluh tidak enak, sang istri tidak akan terima. Keluhan suaminya dibalas dengan gerutu yang berkepanjangan.

Tidak selamanya sang suami yang memulai pertengkaran. Terkadang sang istri juga tanpa sadar menyulut amarah. Seperti ketika suaminya telat pulang kerja. Sang istri tidak senang dan jadilah hari mereka dipenuhi dengan amarah dan argumentasi.

Begitulah kisah kedua pasangan ini. Saling mencintai, tetapi selalu bertengkar.

**

Ada seorang ibu yang tinggal di rumah sebelah. Beliau tinggal seorang diri, karena suaminya telah tiada.

Hampir setiap hari sang ibu selalu mendengar pertengkaran dari pasangan suami istri ini. Prihatin dengan kondisi tetangganya tersebut, sang ibu kemudian berpikir keras. Ia berkeinginan agar mereka bisa hidup rukun tanpa pertengkaran.

Setelah berpikir sekian lama, sang ibu lantas Menyusun sebuah rencana.

Suatu pagi, beliau pergi ke rumah pasangan muda tetangganya. Ia bertemu sang istri yang kebetulan sedang sendirian di rumah.

Dengan berhati-hati, si ibu menanyakan kepada sang istri, apakah ia mau terhindar dari pertengkaran dengan suaminya? Sang istri menjawab "iya."

Sang ibu lantas memberikan sebotol air mineral. Ia mengaku jika air tersebut telah diisi "mantra sakti." Tidak lupa juga sang ibu berpesan; "kulumlah air tersebut selama mungkin saat suamimu pulang kerja. Jangan ditelan ataupun dimuntahkan."

Setelah yakin bahwa sang istri mengerti, kembalilah sang ibu ke rumahnya.

**

Sore hari saat sang suami kembali ke rumah, sang istri langsung mengambil "air mantra" tersebut dan mengikuti pesan dari ibu tetangganya. Ia mulai mengulumnya, dan terus menjaga agar air tersebut tidak tertelan atau tertumpah dari mulutnya.

Sang suami mulai mengomel seperti biasa. Tentang kotornya rumah dan apa saja. Dan seperti biasa juga, sang istrilah yang disalahkan.

Sang istri tetap menjaga agar air terus berada dalam kulumannya. Selama mungkin yang ia mampu, sembari berharap agar suaminya berhenti.

Tapi, ternyata sang istri tidak tahan lagi. Ia tidak bisa menerima tuduhan suaminya. Ia sudah terbiasa bertengkar.

Dimuntahkanlah air dari mulutnya, dan membalas amarah suaminya dengan kata-kata kasar. Buyarlah kesaktian "mantra air" pada hari pertama.

Hari demi hari berlalu, pertengkaran demi pertengkaran tetap terjadi. Sang istri tidak menginginkannya, tetapi ia tidak bisa pula mencegahnya.

Air sakti berisikan "mantra" dari tetangganya itu menjadi satu-satunya harapan. Sang istri yakin dengan itu, tetapi apa daya, ia selalu memuntahkannya.

Hingga akhirnya air dalam botol sisa sedikit. Hanya cukup untuk sekali kuluman lagi.

"Ini adalah kesempatan terakhir," demikian sang istri berpikir. Ia pun bertekad untuk mencapai keberhasilan.

Pada hari itu, rekor kuluman menjadi yang terlama bagi sang istri. Sang suami tidak berhenti mengomel. Ia terus meluapkan emosi dengan waktu yang sangat panjang.

Tetapi, sang istri tidak mau menyerah. Ia terus berkonsentrasi agar air dalam mulutnya tidak dimuntahkan.

Tapi alih-alih mengharapkan agar suaminya berhenti, tiba-tiba sang istri tersadar. Apalah gunanya membalas omelan suaminya, karena Itu hanya akan menjadi pertengkaran yang tak berkesudahan.

Pada saat yang sama, sang suami juga menyadari perubahan sang istri. Tidak ada lagi balasan seperti yang biasa dilakukan.

Ia pun terhenyak. Ternyata selama ini ia salah. Mengomel tiada gunanya, menyalahkan istrinya hanyalah tindakan sia-sia.

Akhirnya sang suami pun meminta maaf. Sang istri yang juga sadar akan kesalahannya, langsung memeluk suaminya dan meminta maaf juga.

Malam itu adalah akhir dari sebuah episode. Keduanya sadar bahwa sesungguhnya pertengkaran, kata-kata yang kasar, tajam dan menusuk hanyalah sia-sia dan berbahaya bagi diri sendiri maupun kepada pihak lainnya.

Pasangan suami istri ini lalu sepakat untuk tidak bertengkar lagi. Mereka juga bersepakat untuk berterima kasih kepada ibu tetangga mereka yang telah membantu menyadarkan mereka.

Ternyata "air mantra" benar-benar bekerja. Bukan karena unsur magis, tetapi dalam bentuk kesadaran. Jauh lebih ampuh dari yang diharapkan.

Moral cerita....

Bertahanlah dengan kesabaran yang disertai dengan kebijaksanaan.

Perlakukanlah semua pihak dengan cinta kasih seperti halnya cinta kasih yang ditujukan terhadap diri sendiri.

Janganlah membalas kata-kata kasar dengan kata-kata kasar. 

Balaslah dengan kata-kata yang lembut atau setidaknya tidak berkata kasar.

Dengan demikian, kita berbuat kebajikan pada diri sendiri dan pihak lainnya.

**

Los Angeles, Amerika Serikat, 12 Februari 2022

Penulis: Willi Andy untuk Grup Penulis Mettasik

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun